Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang diberi tugas sebagai penyelenggara pendidikan pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Sebagai sebuah lembaga, sudah tentu di dalamnya terdapat kumpulan orang-orang, yaitu warga sekolah yang antara lain adalah peserta didik yang memiliki tujuan yang sama yaitu belajar (learning community). Dan sebagai sebuah komunitas yang merupakan kumpulan orang-orang yang sedang belajar, maka hanya satu tujuan utama dalam komunitas tersebut, yaitu pencapaian tujuan pembelajaran bagi setiap anggota komunitas yang mencakup tiga ranah, yaitu kognisi, afeksi, dan psikomotor.
Agar peran dan fungsi sekolah (lembaga pendidikan) dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, maka perannya tidak hanya melakukan transfer ilmu pengetahuan dari pendidik (kurikulum) kepada peserta didik, akan tetapi yang lebih utama adalah bagaimana sekolah mampu bertransformasi menjadi sebuah organisasi yang mampu membentuk warga pembelajar. Jika demikian, maka komunitas sekolah akan manjadi individu atau manusia-manusia pembelajar, yaitu manusia yang belajar untuk belajar (learning to learn) atau belajar bagaimana belajar (learning how to learn). Komunitas pembelajar dalam kerangka naskah akademis adalah seseorang atau siapapun yang tergabung dalam organisasi pembelajar ketika interaksi antar sesama atau lintas mereka memberi efek pada nilai tambah tertentu, yaitu terjadi peningkatan kualitas kognisi, afeksi, dan psikomotor yang diperoleh melalui proses interaksi tersebut. (Suparlan, 2010).
Belajar merupakan sebuah kewajiban bagi siapa saja yang menghendaki dirinya mencapai kehidupan yang lebih baik. Karena melalui belajar akan membuka cakrawala sehingga menambah apa yang selama ini ia miliki atau ketahui, sehingga komampuan dalam cara bersikap, berpikir dan bertindak menjadi kian mambaik dan akan berguna dalam mengarungi kehidupan di tengah lingkungan masyarakat.
Dalam proses pembelajaran,
unsur proses belajar memegang peranan yang penting. Mengajar adalah proses
membimbing kegiatan belajar, dan kegiatan mengajar hanya bermakna bila terjadi
kegiatan belajar peserta didik. Ciri utama dari belajar adalah ketetapan. Perubahan
tidak dinyatakan sebagai hasil belajar jika bersifat sementara.
Belajar bukan hanya
mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yaitu mengalami. Hasil belajar
bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan prilaku, meliputi
sikap, pengetahuan maupun keterampilan yang ditampilkan dalam prilaku
keseharian individu tersebut.
Proses
belajar itu sendiri tidak dapat diamati secara langsung, namun terjadinya hanya
dapat ditafsirkan berdasarkan prilaku yang teramati (Lutan, 2002). Aktivitas
atau kegiatan belajar peserta didik
akan terjadi melalui sebuah proses pembelajaran yang melibatkan berbagai macam
interaksi baik secara langsung maupun tidak langsung. Interaksi yang dimaksud
misalnya antar peserta didik
dengan peserta didik, peserta didik dengan pendidik, dan
atau sebaliknya. Interaksi tersebut merupakan sebuah proses dalam rangka
memperoleh pengalaman atau informasi baru baik sikap, pegetahuan, maupun
keterampilan.
Dalam proses pembelajaran, pendidik
dituntut untuk mampu mengembangkan potensi-potensi peserta didik secara
optimal. Upaya untuk mendorong terwujudnya perkembangan potensi peserta didik tersebut tentunya
merupakan suatu proses panjang yang tidak dapat diukur dalam periode tertentu,
apalagi dalam waktu yang sangat singkat.
Meskipun demikian, indikator
terjadinya perubahan ke arah perkembangan pada peserta didik dapat dicermati
melalui instrumen-instrumen pembelajaran yang dapat digunakan pendidik. Seluruh
proses dan tahapan pembelajaran harus mengarah pada upaya mencapai perkembangan
potensi-potensi peserta didik
tersebut. Agar aktivitas yang dilakukan Pendidik dalam proses pembelajaran
terarah pada upaya peningkatan potensi siswa secara komprehensif, untuk itu
pembelajaran harus dikembangkan sesuai dengan prinsip-prinsip yang benar, yang
bertolak dan memperhatikan kebutuhan internal siswa sehingga mereka mau belajar.
Aktivitas atau prilaku
belajar tidak cukup dilakukan satu atau beberapa kali saja, tetapi belajar
harus menjadi salah satu kebutuhan dan harus senantiasa dilakukan dan
diupayakan oleh semua orang tanpa mengenal tempat dan waktu, istilah ini dikenal
dengan istilah belajar sepanjang hayat. Hal ini dimaksudkan agar perubahan yang
diperoleh senantiasa meningkat baik kualitas maupun kuantitasnya, sehingga
dapat membentuk sikap dan karakter individu secara permanen. Dengan kata lain
bahwa hasil belajar yang diperoleh dapat bermanfaat dan mampu mengatasi dalam
memenuhi segala kebutuhan dan tantangan hidup yang dihadapinya.
Pembelajaran merupakan inti
dari kegiatan yang dilakukan di sekolah, oleh karena itu pemahaman pendidik
terhadap belajar dan proses pembelajaran sangat penting, sehingga pendidik
dapat menentukan strategi apa yang paling tepat dalam setiap kegiatan yang akan
ia lakukan agar peserta didik memperoleh perubahan pada ketiga aspek.
Perkembangan
ketiga aspek yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan akan berjalan seirama
sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan peserta didik. Aspek sikap
diperoleh melalui proses menerima,
menjalankan, menghargai, menghayati, dan
mengamalkan. Aspek pengetahuan diperoleh melalui proses mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisa, mengevaluasi. Sedangkan aspek keterampilan diperoleh melalui
proses mengamati,
menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar, dan mencipta.
Penting untuk diperhatikan,
bahwa selama pembelajaran berlangsung pendidik harus mempertimbangkan berbagai
aspek, antara lain tingkat perkembangan peserta
didik, kesiapan, metode dan strategi atau pendekatan pembelajaran,
sarana dan prasarana yang tersedia, dan lain-lain. Hal ini tidak lain adalah
agar peserta didik mendapatkan
manfaat dari apa yang telah ia lakukan termasuk dalam mencapai tujuan
pembelajaran.
Banyak faktor yang mendukung
terhadap kesuksesan peserta didik
dalam belajar. Menurut Throndike seperti yang dikutif oleh Yidhawati dan
Haryanto (2011), antara lain adalah sesuai dengan hukum pembelajaran, yaitu:
a.
Hukum hasil (law of effect)
Hukum
ini menyatakan bahwa hubungan antara rangsanagan dan prilaku akan makin kuat
jika ada kepuasan.
b.
Hukum latihan (law of exercise)
Hukum
ini menyatakan bahwa hubungan antara rangsanagan dan prilaku akan makin kuat
jika sering dilakukan latihan.
c.
Hukum kesiapan (law of readinness)
Hukum ini menyatakan
bahwa hubungan antara rangsanagan dan prilaku akan makin kuat jika disertai
dengan kesiapan individu.
Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang
memberikan peran atau partisipasi seluas-luasnya kepada peserta didik untuk
mengalami secara langsung seluruh peristiwa yang terjadi dalam pembelajaran,
artinya dominasi pembelajaran harus dilakukan oleh peserta didik bukan oleh
pendidik, atau disebut center learner.
Pembelajaran semacam ini ditandai dengan hidupnya suasana kelas karena terjadi
multi interksi atau pola komunikasi transaksional (Kemdikbud, 2016).
No comments:
Post a Comment