Sekolah sebagai sebuah lembaga yang juga sekaligus sebagai sebuah ekosistem yang di dalamnya terdiri dari unsur biotik (mahluk hidup) dan unsur abiotik (benda mati) yang keduanya adapat menyebabkan interaksi yang saling menguntungkan jika dimanfaatkan sesuai dengan potensi dan kegunaannya masing-masing.
Unsur biotik yang dimaksud antara
lain guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, siswa, dan stakeholder Pendidikan
lainnya. Sedangkan unsur abiotic misalnya faktor fasiilitas sekolah (sarana dan
prasarana termasuk aspek keuangan sekolah.
Untuk menciptakan budaya
mutu sekolah yang bermutu, kepala sekolah sebagai pemimpin tertinggi di
komunitas harus mampu mengoptimalkan seluruh kapasitas dan kewenenangan yang
dimiliki.
Ada dua pendekatan yang
dapat digunakan oleh kepala sekolah dalam mengembangkan mutu di Lembaga yang
dipimpinnya, yaitu:
1. Pendekatan berbasis
kekurangan/masalah (Deficit-Based Thinking), dan
2. Pendekatan berbasis aset (Asset-Based
Thinking)
Kedua pendekatan di atas
mengembangkan sekolah dari sisi yang saling bertolak belakang. Di mana pendekatan berbasis
kekurangan/masalah (Deficit-Based Thinking) akan memusatkan
perhatian pada apa yang mengganggu, apa yang kurang, dan apa yang tidak
bekerja. Segala sesuatu yang terjadi di sekolah dilihat dengan cara pandang
negatif. Dalam hal ini, pemimpin atau kepala sekolah harus bisa mengatasi
semua kekurangan atau yang menghalangi tercapainya visi
dan misi sekolah.
Pendakatan ini semakin lama dan secara tidak sadar akan
mengantarkan pemimpin yang terbiasa untuk merasa tidak nyaman dan dapat menyebabkan buta terhadap
potensi dan peluang yang ada di sekolah.
Berbeda dengan pendekatan berbasis
aset (Asset-Based Thinking), yaitu sebuah konsep yang
dikembangkan oleh Dr. Kathryn Cramer, seorang ahli psikologi yang menekuni
kekuatan berpikir positif untuk pengembangan diri. Pendekatan ini merupakan
cara praktis menemukan dan mengenali hal-hal yang positif dalam kehidupan (sekolah), dengan menggunakan
kekuatan atau potensi atau aset yang dimiliki sebagai tumpuan
berpikir dan bekerja untuk meraih tujuan yang telah ditetapkan
(visi dan misi) sekolah. Pendekatan ini bertumpu pada bagaimana menjadikan seluruh
potensi yang dimiliki, apa yang bekerja, apa yang menjadi inspirasi, apa yang menjadi
kekuatan ataupun potensi yang positif dijadikan sebagai modal
dalam mengembangan dan mewujudkan.
Secara detail perbedaan antara
pendekatan berbasis kekurangan dengan pendekatan berbasis aset dapat dilihat sebagai
berikut:
(Deficit-Based Thinking) |
(Asset-Based Thinking) |
Fokus pada masalah, kekurangan, dan isu |
Fokus pada aset dan kekuatan
atau potensi yang dimiliki |
Berkutat pada masalah utama |
Membayangkan masa depan (visioner) |
Mengidentifikasi kebutuhan dan kekurangan – selalu bertanya apa yang
kurang? |
Berpikir tentang kesuksesan yang telah diraih dan kekuatan untuk mencapai
kesuksesan tersebut. |
Fokus mencari bantuan dari sponsor atau institusi lain |
Mengorganisasikan kompetensi dan sumber daya (aset dan kekuatan) |
Merancang program atau proyek untuk menyelesaikan masalah |
Merancang sebuah rencana berdasarkan visi dan kekuatan |
Mengatur kelompok yang dapat melaksanakan proyek |
Melaksanakan rencana aksi yang sudah diprogramkan |
((Green & Haines, 2010)
Selama ini masih banyak
pemimpin sekolah yang senantiasa mengeluh dengan segala kekurangan dan
permasalahan yang terjadi di s2ekolahnya, sehingga meminta bantuan kepada pihak
lain untuk mengatasi permasalahan yang terjadi, dan bukan sebaliknya mengenali
dan sekaligus memanfaatkan seluruh asset/kekuatan/potensi yang dimilikinya baik
potensi biotik maupun potensi abiotic untuk mewujudkan mimpinya.
Semoga bermanfaat….! Jangan lupa berbagi….
No comments:
Post a Comment