RaNaFa

Mari Berbagi...dan Memberi....

2025-12-14

Gerakan Ayah Mengambil Rapor Anak ke Sekolah

Gerakan Ayah Mengambil Rapor Anak ke Sekolah


Gerakan Ayah Mengambil Rapor Anak ke Sekolah dilatarbelakangi oleh isu serius mengenai fatherless di Indonesia, di mana satu dari empat keluarga yang memiliki anak mengalami kondisi ini (25,8%)Fenomena fatherless tidak hanya terjadi karena ketidakhadiran fisik ayah, tetapi juga karena kurangnya keterlibatan emosional meskipun masih tinggal bersama keluarga. Kondisi ini berdampak negatif pada anak, memicu masalah akademik, perilaku agresif, hingga keterlibatan dalam perilaku berisiko. Oleh karena itu, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN memandang penting untuk mendorong keterlibatan ayah secara nyata dalam kehidupan dan pendidikan anak, menjadikan sekolah sebagai ruang strategis untuk menunjukkan kehadiran dan dukungan.

Tujuan utama gerakan ini adalah untuk memperkuat peran ayah dalam pengasuhan dan pendidikan anak sejak dini. Kehadiran ayah pada momen penting seperti pengambilan rapor menciptakan kedekatan emosional, yang berpengaruh positif terhadap rasa percaya diri, kenyamanan, dan kesiapan anak dalam belajar. Gerakan ini juga berfungsi sebagai simbol perubahan budaya pengasuhan di Indonesia, yang bergeser dari sentralisasi pada peran ibu menjadi lebih kolaboratif dan setara, sekaligus menjadi investasi sosial jangka panjang untuk membangun keluarga berkualitas dan generasi emas.


Surat Edaran ini menghimbau seluruh ayah yang memiliki anak usia sekolah (PAUD, pendidikan dasar, dan menengah) untuk mengambil rapor anak ke sekolah pada waktu penerimaan rapor di akhir semester. Pelaksanaannya dimulai pada Desember 2025 dengan menyesuaikan jadwal sekolah masing-masing. Bagi ayah yang berpartisipasi, diberikan dispensasi keterlambatan kerja sesuai ketentuan instansi/kantor masing-masing. Sebagai apresiasi, Kemendukbangga/BKKBN juga menyelenggarakan penghargaan Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI) bagi 10 ayah beruntung yang mengunggah foto/video ke Instagram dengan tagar #GATI dan #sekolahbersamaayah.

 

Terima Kasih


 

Refleksi dan Evalusi, dari Tuntutan Menjadi Kebutuhan.

Refleksi dan Evalusi, dari Tuntutan Menjadi Kebutuhan.

presentasi
Selamat datang dalam kegiatan pendampingan dan fasilitasi refleksi dan evaluasi kinerja ini.
Berdasarkan bahan tayang yang telah disiapkan, kita akan mendalami bagaimana Refleksi dan Evaluasi menjadi kunci utama dalam Implementasi Kurikulum dan harus bertransformasi Dari Tuntutan Menjadi Kebutuhan untuk kita semua. 
Kita semua ingin melihat interaksi, aktivitas, dan capaian belajar murid kita maksimal. Namun, mari kita Jujur, sering kali kita merasa kurang puas. Refleksi dan Evaluasi adalah "cermin yang menunjukkan apa yang perlu dibenahi" dan "memberitahu kenyataannya" tanpa menambah masalah.

Proses ini bukan sekadar formalitas, tetapi sebuah Proses Penyadaran. Refleksi membantu kita menumbuhkan Kesadaran Profesional , yaitu tahu secara pasti "apa yang berhasil dan apa yang perlu diperbaiki". Ini adalah dasar untuk Inovasi Pembelajaran dan merupakan Proses Transformatif, memindahkan memori jangka pendek menjadi jangka panjang.

Dengan menjadikannya kebiasaan, kita dapat secara terus-menerus meningkatkan kualitas program dan membantu menyesuaikan metode kita dengan kebutuhan murid. Refleksi yang mendalam dan evaluasi yang berbasis data adalah langkah nyata untuk memastikan layanan pendidikan yang kita berikan relevan, efektif, efisien, dan berkelanjutan.

Berikut ini Bahan Tayang (PPT) yang mungkin Bapak/Ibu perlukan saat mengajak warga sekolah/madrasah untuk melakukan Refleksi dan Evalusi Kinerja. Silahkan modikasi sesuai kebutuhan Bapak/Ibu.


 

Terima kasih.


2025-12-10

no image

Membangun Kolaborasi dengan Orang Tua dalam Memberikan Perhatian dan Bantuan pada Murid yang Membutuhkan Dukungan Lebih.

Membangun Kolaborasi dengan Orang Tua dalam Memberikan Perhatian dan Bantuan pada Murid yang Membutuhkan Dukungan Lebih.

1. Pelibatan Orang Tua sebagai Kunci

Pelibatan murid dan orang tua/wali bukanlah sekadar pelengkap administratif, melainkan sub-indikator esensial yang menentukan keberhasilan pemberian dukungan ekstra. Praktik kinerja guru yang efektif mengharuskan komunikasi dua arah yang melampaui sekadar pemberitahuan masalah. Guru harus memandang orang tua/wali sebagai mitra setara yang memiliki informasi unik mengenai latar belakang, kekuatan, dan tantangan anak di luar konteks kelas. Kerangka kerja pendidikan inklusif menegaskan bahwa dukungan yang efektif memerlukan kesamaan pemahaman antara lingkungan belajar di sekolah dan lingkungan di rumah, sebuah konsistensi yang mustahil dicapai tanpa kolaborasi yang terencana dan mendalam (Heward, 2013).

2. Membangun Perencanaan Bersama

Langkah detail guru dalam melibatkan orang tua adalah melalui proses perencanaan bersama (co-planning). Setelah murid yang membutuhkan dukungan ekstra teridentifikasi, orang tua harus dilibatkan dalam diskusi untuk membuat rencana dukungan individual yang disesuaikan. Perencanaan ini harus terbuka untuk masukan dari orang tua mengenai motivasi anak, gaya belajar di rumah, atau intervensi yang mungkin sudah mereka coba. Melalui proses ini, guru tidak hanya mendapatkan wawasan berharga, tetapi juga menciptakan rasa kepemilikan (ownership) pada orang tua terhadap tujuan pembelajaran anak mereka. Guru harus memastikan bahwa perencanaan tersebut realistis dan dapat diterapkan secara konsisten di kedua lingkungan, sehingga strategi yang diterapkan di kelas diperkuat oleh tindakan di rumah.

3. Komunikasi Dua Arah dan Konsistensi Dukungan

Inti dari pelibatan ini adalah penjaminan konsistensi dukungan. Konsistensi ini hanya tercapai melalui komunikasi dua arah yang terjadwal dan efektif. Guru harus menyediakan mekanisme umpan balik yang teratur (misalnya, jurnal komunikasi harian atau pertemuan bulanan) untuk berbagi kemajuan dan hambatan. Lebih penting lagi, guru harus melatih orang tua/wali dalam menerapkan teknik atau strategi spesifik yang digunakan di sekolah, misalnya cara memberikan scaffolding saat mengerjakan pekerjaan rumah atau teknik manajemen perilaku tertentu (Epstein, 2009). Keterampilan yang sama yang diajarkan di sekolah perlu direplikasi di rumah agar murid tidak mengalami kebingungan atau diskontinuitas dalam belajar.

4. Mengumpulkan Sumber Daya dan Mengatasi Hambatan

Tugas guru juga meluas hingga membantu orang tua dalam mengumpulkan sumber daya yang diperlukan untuk dukungan ekstra. Ini bisa berupa merekomendasikan materi bacaan tambahan, menghubungkan orang tua dengan layanan pendukung komunitas, atau bahkan membantu orang tua mengakses pelatihan atau workshop yang relevan. Guru harus bertindak sebagai fasilitator dan penghubung (Henderson & Mapp, 2002). Selain itu, guru yang inklusif peka terhadap potensi hambatan yang dimiliki orang tua, seperti keterbatasan waktu, kendala bahasa, atau kurangnya pemahaman tentang sistem pendidikan. Guru harus menyesuaikan metode komunikasi dan pelibatan mereka agar inklusif terhadap semua latar belakang orang tua.

5. Dampak pada Capaian Murid dan Kesehatan Mental

Penyatuan dukungan antara sekolah dan rumah ini memiliki dampak yang signifikan pada capaian akademik dan kesejahteraan emosional murid. Ketika murid melihat orang dewasa yang penting dalam hidup mereka (guru dan orang tua) bekerja sebagai satu tim, hal ini menumbuhkan rasa aman dan termotivasi yang kuat. Penelitian menunjukkan bahwa kemitraan sekolah-keluarga yang kuat berkorelasi positif dengan peningkatan prestasi akademik, kehadiran yang lebih baik, dan penurunan masalah perilaku (Jeynes, 2007). Oleh karena itu, kemampuan guru dalam membangun kolaborasi yang kuat dengan orang tua/wali adalah fondasi utama untuk memastikan bahwa murid yang membutuhkan dukungan ekstra tidak hanya mencapai tujuan pembelajaran, tetapi juga mengembangkan kesehatan mental dan harga diri yang kokoh.

 

Terima Kasih

 

Memahami Praktik Pembelajaran yang Memberikan Perhatian dan Bantuan pada Murid yang Membutuhkan Dukungan Lebih

Memahami Praktik Pembelajaran yang Memberikan Perhatian dan Bantuan pada Murid yang Membutuhkan Dukungan Lebih

Praktik Memberi perhatian dan bantuan pada murid yang membutuhkan dukungan lebih/ekstra merupakan bagian fundamental dari kinerja guru yang efektif dan inklusif.

Secara operasional, praktik ini didefinisikan sebagai kinerja guru dalam mengidentifikasi murid yang memerlukan dukungan lebih/ekstra dan memberikan pendampingan yang terencana agar murid tersebut dapat mencapai tujuan pembelajaran. Kinerja ini tidak terbatas hanya pada murid berkebutuhan khusus yang terlihat secara kasat mata, tetapi juga mencakup murid yang, karena alasan apa pun (kesulitan belajar, kendala emosional, atau latar belakang, dan lain-lain) memerlukan intervensi dan dukungan ekstra.

Terdapat tiga indikator utama yang menjadi focus guru dalam memberikan bantuan lebih, yaitu: identifikasi yang akurat, pemberian bantuan yang terstruktur, dan pelibatan aktif murid beserta orang tua/wali dalam proses tersebut.

Guru yang secara efektif menerapkan praktik ini menunjukkan ciri-ciri proaktif dalam mengidentifikasi kebutuhan murid. Mereka menggunakan berbagai metode identifikasi yang holistik, mulai dari pengamatan informal yang cermat selama proses pembelajaran, berinteraksi dan bertanya pada pihak lain (seperti rekan guru atau staf sekolah), hingga memanfaatkan metode yang lebih sistematis seperti tes diagnostik. Pendekatan ini memastikan bahwa guru dapat mengenali secara dini tidak hanya murid yang memiliki kebutuhan khusus, tetapi juga murid yang memerlukan dukungan ekstra dalam pembelajaran agar tidak mengalami ketertinggalan dalam mencapai tujuan belajar yang sama dengan teman sebayanya.

Setelah berhasil mengidentifikasi, ciri guru yang sukses adalah mampu menyediakan bantuan yang disesuaikan dan kontekstual. Bantuan ini dapat berupa modifikasi materi, pengulangan instruksi, waktu tambahan, atau sesi pendampingan khusus. Guru tidak bekerja sendiri; mereka aktif melibatkan murid dalam proses perencanaan dukungan, menumbuhkan rasa kepemilikan. Lebih lanjut, mereka berupaya mengumpulkan sumber daya yang diperlukan dan menjalin komunikasi yang intensif dengan orang tua/wali untuk memastikan adanya dukungan yang konsisten dan terpadu, baik di lingkungan sekolah maupun di rumah, sehingga tercipta ekosistem belajar yang mendukung.

Penting untuk dipahami bahwa Memberi perhatian dan bantuan pada murid yang membutuhkan dukungan lebih/ekstra adalah sebuah keharusan, bukan sekadar pilihan. Rasional utamanya adalah untuk memastikan kesetaraan akses terhadap pendidikan yang berkualitas. Setiap murid memiliki modal, kecepatan belajar, dan tantangan yang berbeda. Tanpa dukungan yang disesuaikan, murid yang tertinggal akan semakin jauh jaraknya dengan rekan-rekannya dan makin sulit mencapai tujuan pembelajaran. Dengan memberikan pendampingan ekstra, guru bertindak sebagai katalisator, menetralkan hambatan individual dan memberikan tangga yang dibutuhkan setiap murid untuk mencapai potensi penuh mereka, sehingga tidak ada murid yang terabaikan dalam sistem pendidikan.

Pada akhirnya, praktik ini bukan hanya tentang pemenuhan kewajiban, tetapi tentang mencapai tujuan pembelajaran secara menyeluruh. Ketika guru memberikan perhatian dan bantuan yang ditargetkan, dampaknya meluas melampaui capaian akademik. Murid yang merasa diperhatikan akan mengembangkan rasa percaya diri, motivasi intrinsik untuk belajar, dan keterampilan regulasi diri yang lebih baik. Dukungan ekstra memastikan bahwa kesenjangan belajar dapat dieliminasi, yang berarti semua murid dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, kemampuan guru dalam mengidentifikasi, merencanakan, dan mendampingi murid yang memerlukan dukungan lebih/ekstra adalah indikator kunci dari kualitas dan keberhasilan proses pendidikan yang inklusif di sekolah.

Bagaimana pelibatan orang tua dalam memberikan dukungan lebih pada anak?

Terima Kasih

 

2025-12-09

Interaksi yang Membangun Pola Pikir Bertumbuh

Interaksi yang Membangun Pola Pikir Bertumbuh

 

Interaksi yang membangun pola pikir bertumbuh merupakan definisi operasional dari kinerja guru dalam menanamkan keyakinan pada murid bahwa kemampuan dirinya dapat terus berkembang dan, oleh karena itu, mereka mampu mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Ini bukan sekadar memotivasi, melainkan praktik pengajaran yang sistematis di mana guru secara konsisten memberikan sinyal dan bukti nyata kepada murid bahwa kecerdasan, bakat, dan keterampilan bukanlah sifat yang tetap (fixed), melainkan sesuatu yang lentur dan bisa diperluas melalui usaha dan strategi yang tepat. Fokus utama dari interaksi ini adalah mengalihkan fokus dari hasil akhir semata ke proses perjalanan belajar, membangun kepercayaan diri murid dalam menghadapi tantangan, dan melihat kegagalan sebagai umpan balik yang berharga.

Ciri utama dari praktik pengajaran dan umpan balik yang diterapkan oleh guru dengan pola pikir bertumbuh adalah penekanannya pada penghargaan atas proses. Guru tersebut cenderung memberi umpan balik yang berfokus pada penghargaan atas usaha murid, secara spesifik dan jelas. Misalnya, guru tidak hanya memuji "kerja bagus," tetapi menyebutkan perilaku atau usaha spesifik yang pantas diapresiasi, seperti "Saya sangat menghargai caramu mencoba strategi yang berbeda di soal ini meskipun awalnya sulit," atau "Kegigihanmu dalam merevisi draf esai itu sungguh luar biasa." Selanjutnya, guru yang efektif akan menjelaskan kepada seluruh kelas tentang mengapa perilaku atau usaha tersebut pantas diapresiasi, menjadikannya contoh praktik belajar yang baik untuk semua.

Guru yang menerapkan interaksi ini juga memiliki keyakinan mendalam yang mereka komunikasikan secara eksplisit kepada murid, yaitu bahwa murid yang kurang berprestasi pun bisa meningkat kemampuan dan prestasi akademiknya asalkan mereka melakukan perubahan. Guru tersebut tidak pernah melabeli murid berdasarkan kemampuan saat ini, melainkan secara eksplisit menyampaikan (kepada murid atau asesor) bahwa pertumbuhan itu mungkin. Mereka akan menjelaskan atau menunjukkan praktik yang sudah dilakukan—baik strategi belajar baru, penggunaan sumber daya, atau kegigihan—agar murid-murid tersebut percaya bahwa mereka bisa menjadi lebih pandai dan berprestasi di masa depan. Hasil dari proses ini adalah bahwa murid memiliki pola pikir bertumbuh dan secara internal menyadari potensi perkembangan dirinya.

Rasionalitas Interaksi Pola Pikir Bertumbuh

Rasionalitas mendasar mengapa interaksi yang membangun pola pikir bertumbuh perlu dilakukan guru dalam pembelajaran adalah untuk memutus siklus keputusasaan dan hambatan belajar yang diciptakan oleh pola pikir tetap (fixed mindset). Ketika murid percaya bahwa kemampuan mereka sudah paten, mereka cenderung menghindari tantangan, menyerah setelah kegagalan pertama, dan merasa terancam oleh keberhasilan orang lain. Sebaliknya, interaksi growth mindset memberdayakan murid untuk mengambil risiko intelektual, memandang kegagalan sebagai data yang memberi tahu mereka di mana harus berinvestasi lebih banyak usaha dan strategi, dan memelihara kegigihan (daya tahan) yang diperlukan untuk penguasaan yang mendalam.

Pada akhirnya, interaksi ini bukan hanya tentang meningkatkan nilai akademis, melainkan tentang menyiapkan murid untuk menghadapi kompleksitas kehidupan pasca-sekolah. Dengan menanamkan keyakinan bahwa kemampuan dapat dibentuk, guru membantu murid mengembangkan kemampuan adaptif yang krusial untuk menghadapi tantangan baru di masa depan. Pola pikir bertumbuh yang tertanam melalui umpan balik dan praktik pengajaran yang disengaja menjadi kerangka mental yang memungkinkan murid untuk terus belajar dan berkembang jauh setelah mereka meninggalkan kelas, menjadikannya kompetensi abad ke-21 yang vital dan mendasar dalam proses pembangunan manusia seutuhnya.

Kunci penting dari umpan balik pola pikir bertumbuh adalah:

1.   Spesifik: Menyebutkan perilaku atau usaha yang diapresiasi ("Usahamu berlatih di depan cermin").

2.   Fokus pada Proses/Strategi: Memberi tahu murid bagaimana mereka bisa berkembang dan apa yang harus diubah ("Lihat lagi langkah-langkah yang kamu ambil," "mengasah caramu belajar").

3.   Memisahkan Nilai dari Identitas: Tidak melabeli kemampuan bawaan, tetapi menyoroti tindakan yang dapat dikontrol murid.


Contoh pemberian umpan balik.


Terima Kasih.

2025-12-08

Interaksi Guru-Murid yang Setara dan Menghargai

Interaksi Guru-Murid yang Setara dan Menghargai

 

Interaksi guru dengan murid yang setara dan menghargai dapat didefinisikan secara operasional sebagai kinerja guru dalam berinteraksi dengan murid selama proses pembelajaran yang menciptakan lingkungan di mana murid merasa aman untuk bertanya, berpendapat, berdiskusi, dan tidak takut salah. Esensi dari interaksi ini adalah pengakuan bahwa setiap murid adalah individu yang memiliki suara, pemikiran, dan kontribusi berharga. Ketika guru menerapkan pendekatan ini, proses belajar bukan hanya tentang transfer ilmu, melainkan menjadi pertukaran ide yang dinamis, di mana rasa hormat menjadi fondasi utama bagi pertumbuhan akademik dan emosional.

Ciri utama dari interaksi yang setara dan menghargai ini adalah terjadinya percakapan bermakna antara guru dan murid dalam proses belajar. Percakapan ini melampaui tanya jawab dangkal; ini adalah dialog yang memantik pemikiran kritis dan mendorong refleksi mendalam. Dalam konteks ini, guru tidak hanya menyampaikan materi, tetapi juga secara aktif mengajukan pertanyaan terbuka dan menanggapi respons murid dengan penggalian lebih lanjut (mengeksplorasi ide-ide murid lebih jauh), menunjukkan bahwa pikiran murid benar-benar dihargai. Tujuannya adalah memastikan setiap murid tidak hanya mendengar, tetapi juga didengar.

Selanjutnya, interaksi yang menghargai dicirikan oleh penggunaan bahasa yang sangat diperhatikan. Interaksi antara guru dan murid dalam proses belajar menggunakan diksi/kosakata yang menghargai. Ini berarti guru secara sadar memilih kata-kata yang membangun semangat, menghindari bahasa yang merendahkan, menyindir, atau membuat murid merasa malu. Diksi yang positif dan afirmasi menjadi alat utama untuk memperkuat keberanian murid untuk berpartisipasi. Ketika guru mendengarkan dengan seksama dan merespons dengan bahasa yang penuh penghormatan, ia mengirimkan pesan kuat bahwa pendapat setiap murid itu penting dan valid, yang pada akhirnya membuat murid merasa dihargai/didengar dalam proses belajar.

Sekolah yang berhasil menerapkan interaksi ini dapat terlihat jelas melalui kriteria praktis yang dilakukan oleh guru. Guru secara konsisten memberi kesempatan murid bertanya/berkomentar, yang menjadi langkah awal untuk mengaktifkan suara murid. Namun, tidak cukup hanya memberi kesempatan; guru juga harus memberi kesempatan pada tiga atau lebih murid untuk bertanya/ atau memberi masukan/komentar. Tindakan ini memastikan bahwa partisipasi tidak didominasi oleh segelintir murid dan memvalidasi keragaman pemikiran di kelas. Inklusi semacam ini sangat krusial dalam menciptakan atmosfer yang benar-benar setara.

Kesimpulannya, interaksi guru dengan murid yang setara dan menghargai adalah sebuah komitmen pedagogis untuk membangun lingkungan belajar yang berpusat pada murid. Hal ini bukan sekadar teknik mengajar, tetapi pola pikir yang mengakui bahwa harga diri dan rasa aman emosional murid adalah prasyarat untuk belajar yang efektif. Ketika guru berinteraksi dengan mendengarkan dengan seksama, menggunakan bahasa yang membangun semangat, dan secara konsisten memberikan ruang bagi semua suara untuk berpartisipasi, mereka tidak hanya mengajarkan materi pelajaran, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kesetaraan, rasa hormat, dan keberanian untuk bersuara.

Interaksi guru-murid yang setara dan menghargai bukan sekadar praktik etis, melainkan sebuah kewajiban pedagogis yang berakar kuat pada tujuan utama Standar Proses Pendidikan. Standar Proses bertujuan menjamin terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.

1. Menciptakan Lingkungan Belajar yang Aman dan Nyaman (Prasyarat Pembelajaran)

Standar Proses Pendidikan dasar dan Menengah Nomoor 16 tahun 2022 menggarisbawahi pentingnya lingkungan belajar yang kondusif. Interaksi yang setara dan menghargai adalah fondasi utama untuk mencapai hal ini.

·         Penciptaan Rasa Aman: Ketika murid merasa dihargai, mereka merasa aman untuk bertanya, berpendapat, berdiskusi, dan tidak takut salah. Rasa aman ini adalah prasyarat mutlak bagi keterlibatan aktif. Jika murid takut dihakimi atau diremehkan, mereka akan pasif, yang secara langsung menghambat tercapainya tujuan pembelajaran.

·         Peningkatan Keterlibatan: Dalam interaksi yang setara, terjadi percakapan bermakna dan murid merasa dihargai/didengar. Hal ini memotivasi murid untuk berpartisipasi lebih aktif, bukan hanya sekadar mendengarkan, yang merupakan esensi dari pembelajaran yang berpusat pada murid.

2. Memenuhi Prinsip Pembelajaran yang Berpusat pada Murid

Salah satu prinsip utama pembelajaran sesuai Standar Proses adalah bahwa proses pembelajaran harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif.

·         Interaktif dan Komunikatif: Interaksi yang setara memastikan komunikasi berlangsung dua arah, di mana guru mendengarkan dengan seksama dan menanggapi dengan penggalian lebih lanjut. Ini mengubah kelas dari ceramah satu arah menjadi forum diskusi yang hidup, sehingga memenuhi kriteria pembelajaran yang interaktif.

·         Pengembangan Karakter: Penggunaan diksi/kosakata yang menghargai dan bahasa yang membangun semangat oleh guru mencerminkan nilai-nilai etika dan karakter yang juga harus ditanamkan kepada murid, sesuai dengan amanat Kurikulum.

3. Optimalisasi Potensi dan Pemberian Kesempatan yang Sama

Standar Proses menekankan bahwa pembelajaran harus memfasilitasi setiap murid untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal.

·         Pemerataan Partisipasi: Guru yang memberi kesempatan pada tiga atau lebih murid untuk bertanya/ atau memberi masukan/komentar memastikan bahwa kesempatan berpendapat tidak hanya dinikmati oleh murid yang dominan. Ini adalah manifestasi dari prinsip kesetaraan, menjamin bahwa suara semua murid didengar dan potensi beragam dapat dieksplorasi.

·         Pengembangan Keterampilan Komunikasi: Dengan secara konsisten mempraktikkan dialog yang menghargai, guru melatih murid untuk juga berkomunikasi secara efektif dan santun, keterampilan penting yang dibutuhkan dalam kehidupan sosial dan dunia kerja, sejalan dengan tujuan pendidikan untuk menyiapkan lulusan yang kompeten.

Dengan demikian, penerapan interaksi guru-murid yang setara dan menghargai adalah implementasi langsung dari prinsip-prinsip pembelajaran yang diamanatkan dalam Standar Proses, yang bertujuan menciptakan proses pembelajaran yang berkualitas, efektif, dan mampu mengoptimalkan potensi seluruh peserta didik dalam lingkungan yang aman dan positif.

 

Terima Kasih

 

2025-12-03

no image

Instrumen Penilaian Sekolah Sehat

 Instrumen Penilaian Sekolah Sehat

A.   Kebijakan dan Program UKS

Kebijakan dan Program UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) dinilai berdasarkan enam indikator utama.

Pertama, harus tersedia Rencana Strategis Program UKS (4 Tahunan), yang merupakan rencana program jangka menengah. Rencana ini harus disusun secara terprogram dan berkelanjutan.

Kedua, sekolah juga perlu memiliki Rencana Program Tahunan UKS, yang berfungsi sebagai rencana program jangka pendek (1 tahunan), misalnya untuk tahun 2018/2019, yang juga harus direncanakan secara terprogram dan berkelanjutan.

Ketiga, aspek pendanaan menjadi indikator penting, yaitu adanya Rencana Anggaran Biaya Sekolah. Anggaran ini harus tercantum dalam RAKS (Rencana Anggaran Kegiatan Sekolah) minimal dalam satu tahun terakhir. Keempat, Struktur Organisasi UKS harus terbentuk, dibuktikan dengan adanya Struktur Pengelola UKS dan Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Kepala Sekolah (KS).

Kelima, dinilai pula Pemahaman dan komitmen Pimpinan Sekolah terkait pengembangan UKS. Komitmen ini mencakup aspek konseptual, kebijakan, maupun implementasinya di lapangan.

Terakhir, indikator keenam adalah adanya Program Pembinaan SDM Pelaksana UKS. Sekolah diharapkan memiliki berbagai program untuk pembinaan SDM Pelaksana UKS yang dilakukan secara rutin dan berkelanjutan.

B. Daya Dukung Sarana UKS

Komponen ini menilai ketersediaan dan kondisi sarana fisik di sekolah yang mendukung pelaksanaan UKS, mencakup delapan area utama.

1. Ruang Kepala Sekolah dan Ruang Guru

Untuk kedua ruangan ini, indikatornya serupa dan berfokus pada kondisi fisik dasar. Ruangan harus memenuhi standar kebersihan dan kerapihan, yang berarti tidak ada debu, sarang laba-laba, atau sampah, serta terlihat rapi dan menarik, tidak lembab, berwarna terang, dan bersih. Ventilasi harus memadai, idealnya seluas 20% dari luas lantai, atau menggunakan AC.

Pencahayaan harus terang, baik dengan bantuan lampu maupun terang alami, yang cukup untuk membaca dengan jarak 30 cm dari buku.

2. Ruang Kelas

Ruang kelas memiliki indikator yang lebih rinci. Selain memenuhi standar kebersihan, ventilasi 20% dari luas lantai atau AC), dan pencahayaan yang terang, kelas juga harus memperhatikan rasio sarana.

Rasio tempat cuci tangan yang ideal adalah 1 tempat cuci tangan untuk 1 kelas. Sarana cuci tangan pakai sabun (CCPS) harus ada di luar kelas, menggunakan air mengalir dengan baik, gayung/kran, serta dilengkapi sabun dan serbet/tissue. Jarak papan tulis dengan kursi terdepan harus 2,5 m di semua kelas.

Kepadatan ruang kelas harus memenuhi standar 2,0 m2/siswa untuk semua kelas. Terakhir, harus ada tempat sampah tertutup di setiap kelas, dan tempat sampah di luar kelas harus dipilah, dengan rasio tempat sampah terhadap jumlah kelas sebesar 1:1.

3. Ruang Perpustakaan

Selain standar umum kebersihan, ventilasi, dan pencahayaan, ruang perpustakaan dinilai berdasarkan ketersediaan literatur kesehatan. Indikatornya adalah adanya buku-buku tentang kesehatan (selain buku pelajaran/majalah) minimal 10 judul.

4. Ruang UKS

Ruang UKS dinilai secara komprehensif. Selain kebersihan, ventilasi, dan pencahayaan, ruang UKS harus memiliki tempat cuci tangan dengan air mengalir, sabun, dan tissue/lap, serta tempat sampah yang tertutup dan dipilah. Perlengkapan ruang

UKS harus lengkap, mencakup luas 27 m2, tempat tidur, alat ukur berat dan tinggi badan, termometer, model rahang dan sikat gigi (sarana pelayanan UKGS), snellen chart/Kartu E, lemari, senter, air minum, dan sendok.

Ruangan ini juga harus dilengkapi bahan dan obat-obatan P3K (obat luar, kasa steril, alkohol, plester kecil, elastis verban, spalk, mitela/kain segitiga, gunting, dan antiseptik) serta Obat-obatan P3P (obat turun panas/pengurang rasa sakit, oralit, talk/bedak cair, obat maag, obat gosok, dan pembalut).

Aspek administrasi juga dinilai: adanya kartu/buku data kegiatan UKS (KMS AS/BB/TB, data pemeriksaan kesehatan, rujukan, harian/bulanan, pembinaan, dan penjaringan kesehatan kelas I), bagan struktur organisasi UKS, dan papan data kegiatan UKS yang semuanya ditempel di dinding.

Kegiatan TP-UKS minimal 5 kegiatan, dan TP-UKS diharapkan bekerjasama dengan komite sekolah, dinas/instansi terkait lainnya (selain SKB 4 menteri), dan dunia usaha (selain industri rokok).

Minimal 2 orang KS/Guru/Siswa harus sudah mengikuti pelatihan UKS, dan tersedia buku pengetahuan/media pendidikan kesehatan (pedoman kesehatan, poster/banner, leaflet/booklet, dan lembar balik).

5. Fasilitas Sanitasi

Indikator ini mencakup ketersediaan air bersih yang bersumber dari sumur/PAM/gali/pompa tangan dengan kualitas dan kuantitas yang cukup. Jarak sumber air bersih minimal 10 meter dari septic tank dan sumber pencemaran (penampungan limbah, penampungan sampah).

Kualitas fisik air harus tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa. Ketersediaan air bersih harus mencukupi untuk seluruh keperluan sekolah21.

6. Kamar Mandi, WC, dan Peturasan

Fasilitas ini dinilai dari kebersihan dan kerapihan, ventilasi (20% dari luas lantai), dan pencahayaan. Semua KM/WC harus tidak bau. Penampungan atau bak air harus bersih, tidak berlumut, dan tidak ada jentik.

Saluran/tempat penampungan kotoran harus dialirkan ke septic tank. Ketersediaan air harus mencukupi.

Sekolah harus bebas jentik di lingkungan, termasuk di vas bunga, tempat minum burung, dispenser, dll. Terdapat proporsi jumlah WC yang ideal: 1:20 untuk siswa perempuan (termasuk WC guru) dan 1:40 untuk laki-laki.

Terakhir, harus tersedia alat dan bahan pembersih (minimal 4 macam atau lebih) dan adanya data ceklist pembersihan oleh petugas piket.

7. Kantin Sehat

Kantin harus memenuhi standar kebersihan, ventilasi (20% dari luas lantai), dan pencahayaan. Harus tersedia sarana cuci tangan/wastafel dan sarana cuci peralatan makan/minum yang berfungsi baik.

Penilaian utama adalah pada penyajian dan pemeriksaan makanan sehat (jenis makanan yang dijual, pemeriksaan uji makanan sehat rutin, dan penyajian yang sehat).

Harus ada pembinaan kantin sehat rutin dari Dinas Kesehatan, BPPOM, atau Puskesmas.

Terdapat program kantin sehat, label cek list pemeriksaan makanan sehat, dan komitmen petugas piket kantin untuk mendukung program kantin sehat.

C. Pelaksanaan Trias UKS

Pelaksanaan Trias UKS berfokus pada tiga pilar utama: Pendidikan Kesehatan, Pelayanan Kesehatan, dan Pembinaan Lingkungan Sekolah Sehat.

1. Pendidikan Kesehatan

Pendidikan Kesehatan dinilai dari materi yang diberikan kepada anak/remaja (minimal 8 materi dari 10 topik, termasuk KKR, HIV AIDS, Haid/Mimpi Basah, Kehamilan, Gizi Remaja, Tumbuh Kembang, Narkoba, P3K, P3P, dan PHBS).

Guru yang mengajar dapat berasal dari penjaskes, BK, mata pelajaran, dokter, atau lainnya. UKS harus diintegrasikan melalui mata pelajaran Penjaskes (melalui RPP dan Penilaian), dan idealnya juga melalui semua mata pelajaran (Non Penjaskes) yang relevan (melalui RPP dan Penilaian).

Terdapat kegiatan ekstrakurikuler yang berhubungan dengan UKS yang cukup banyak dan aktif. Program UKS harus diinisiasi dan dilakukan oleh siswa, seperti penyuluhan, pemeriksaan kesehatan berkala, P3P/P3K, pengawasan kantin, PSN, dan pemanfaatan kebun sekolah/apotik hidup.

Harus ada kegiatan yang mendukung pemantauan kebugaran jasmani siswa. Sekolah harus melakukan promosi kesehatan melalui KIE, radio sekolah, dll, serta memberikan pendidikan pencegahan penanganan kekerasan (anti-bullying).

2. Pelayanan Kesehatan

Pelayanan Kesehatan dinilai dari penyuluhan kesehatan yang dilakukan satu tahun terakhir (minimal 10 materi ditambah gigi mulut dan flu baru, yang dilakukan oleh Puskesmas, BNK, atau Komite Sekolah). Siswa harus memiliki keterampilan dalam penanganan P3K (Pingsan, Kecelakaan, Cedera patah tulang) dan P3P (Demam, Pusing, Muntah, Diare). Harus ada kegiatan penjaringan dan pemeriksaan kesehatan berkala siswa, termasuk pemeriksaan kuku.

Kegiatan kader kesehatan remaja (termasuk PMR dan konselor sebaya) harus aktif, seperti diskusi kelompok tentang Kespro, narkoba, HIV AIDS, DBD, Kesling, pendidikan kecakapan hidup sehat, dan majalah dinding/poster.

Pelaksanaan BIAS (Bulan Imunisasi Anak) harus dilakukan oleh Petugas Puskesmas, guru, orang tua/komite sekolah, atau kader kesehatan remaja.

Selain itu, harus ada pelaksanaan program UKGS (penyuluhan pemeliharaan kesehatan gigi, perawatan, dan pembinaan), serta adanya tanggap bencana (kesiapsiagaan penanggulangan terkait kejadian bencana).

3. Pembinaan Lingkungan Sekolah Sehat

Lingkungan sekolah dinilai dari kondisi fisik dan program kebersihan. Halaman Sekolah harus tidak becek, bersih, ada tempat untuk upacara/olahraga, dan tersedia saluran penuntasan air hujan.

Harus tersedia tanaman perindang (minimal 2) dan tanaman hias (beragam, minimal 10 jenis, tertata rapi, dan tidak membahayakan).

Keberadaan Taman Toga/apotik hidup minimal 7 jenis, tertata rapi, diberi label/nama, dan dimanfaatkan. Pagar Sekolah harus terawat baik, bersih, aman, dan berfungsi sebagai pelindung.

Sekolah harus menerapkan Kawasan Tanpa Rokok dengan himbauan tertulis/poster/stiker/spanduk dan kebijakan dari kepala sekolah.

Pemberantasan Jentik/Sarang Nyamuk (PSN) harus dilaksanakan seminggu minimal 1 kali.

Suasana lingkungan sekolah harus nyaman, asri, dan teduh. Harus tersedia ruang ekspresi (untuk diskusi, pengembangan bakat-minat berkesenian, dll).

Halaman/pekarangan/lapangan harus cukup luas untuk upacara dan berolahraga. Pengelolaan dan pengolahan sampah harus benar: ada tempat sampah organik dan non organik tertutup di tiap kelas, dan ada tempat penampungan sampah akhir di sekolah.

Terakhir, harus tersedia sarana dan pembinaan berolahraga atau kegiatan jasmani.

D. Prestasi Bidang Lingkungan/Kesehatan

Komponen ini menilai capaian atau penghargaan yang telah diraih sekolah di bidang lingkungan atau kesehatan, yang menunjukkan keberhasilan implementasi program UKS.

Penilaian prestasi ini menggunakan skala poin dari 1 hingga:

·         Poin 4: Diberikan jika sekolah meraih 4 kejuaraan di tingkat tertentu.

·         Poin 3: Diberikan jika sekolah meraih 3-4 kejuaraan di tingkat tertentu.

·         Poin 2: Diberikan jika sekolah meraih 1-2 kejuaraan di tingkat tertentu.

·         Poin 1: Diberikan jika sekolah tidak memiliki kejuaraan di tingkat tersebut.

Prestasi yang dinilai mencakup lima tingkatan area perlombaan:

1.   Internasional.

2.   Nasional.

3.   Provinsi.

4.   Kabupaten/Kota.

5.   Kecamatan.


 

Terima Kasih