Mari Berbagi...dan Memberi....

2020-07-03

Tahap Belajar Gerak

| 2020-07-03
Fase Belajar Gerak


Perkembangan gerak individu akan bertambah secara bertahap sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan kematangan serta hasil latihan atau belajar. Oleh karena itu agar proses pemberian pengalaman gerak dapat bermanfaat, maka proses belajar gerak harus dilakukan secara terencana dan bertahap yang dilakukan secara berkesinambungan melalui berbagai pendekatan, strategi, media dan lain-lain agar pembelajaran yang disampikan mampu direspon oleh siswa dengan baik, dengan demikian akan diperoleh kemampuan gerak baru.

Menurut Fitts dan Posner dalam proses pembelajaran gerak akan ditemui tahap-tahap belajar gerak, yaitu: (1) tahap kognisi; (2) tahap fiksasi; dan (3) tahap otomatisasi.[1] Pendapat ini dikuatkan oleh pendapat Saputra dan Ma’mun yang menyatakan bahwa ada tiga tahapan dalam belajar gerak (motor learning), yaitu: (1) tahap verbal kognitif, maksudnya adalah kognitif dan proses membuat keputusan lebih menonjol; (2) tahap gerak memiliki makna sebagai pola gerak yang dikembangkan sebaik mungkin agar peserta didik atau atlit lebih terampil; dan (3) tahapan otomatisasi artinya memperhalus gerakan agar performa peserta didik atau atlit menjadi lebih padu dalam melakukan gerakannya.[2]

Tahap kognisi merupakan tahap dimana siswa mendapatkan informasi tentang bentuk keterampilan gerak yang harus dilakukan dan dikuasai. Pada tahap ini penyampaian informasi tentang gerakan yang harus dipelajari siswa harus diinformasikan sejelas mungkin disertai dengan contoh gerakan dan media lainnya yang dipandang dapat membantu siswa dalam membantu mempermudah siswa untuk memahami gerakan yang akan dipelajarinya. Oleh karena itu, komunikasi verbal-kognitif antara guru-siswa sangat berpengaruh dalam tahapan ini.

Tahap fiksasi adalah tahap dimana siswa merealisasikan pola gerak yang telah terbentuk dalam memorinya menjadi gerakan. Pada tahap ini, agar siswa dapat melakukan gerakan dengan benar, maka perlu diberikan pengulangan atau latihan dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengulang pola gerak tersebut. Di samping itu, penguatan dapat diberikan dengan memberikan umpan balik yang bermakna. Keberhasilan tahap ini banyak dipengaruhi oleh kemampuan kognitif dalam merealisasikan konsep gerak kedalam gerak sebenarnya, selain itu juga dipengaruhi pula oleh pengalaman-pengalaman gerak yang telah lalu.

Tahap selanjutnya adalah tahap gerak otomatisasi. Tahap ini dapat dicapai jika pola gerak yang ada dimemori dapat dilakukan melalui gerak sesungguhnya dengan benar melalui latihan dan pengulangan. Keberhasilan pola gerak ini akan nampak ketika siswa melakukan gerakan secara efektif dan efisien. Pengulangan gerakan atau latihan yang dilakukan dan umpan balik yang positif akan menjadi dasar dari terciptanya pola gerak yang otomatis. Gerakan yang otomatis ditandai dengan semakin sempurnanya koordinasi gerak yang dilakukan, serta penggunaan energi yang efektif dan efisien.

Dalam proses belajar gerak, faktor kemampuan atau ability sangat berpengaruh, karena kemampuan akan mendasari terhadap keterampilan (skill) sesorang. Hal ini sejalan dengan pendapat Schmidt yang dikutip oleh Saputra dan Mahendra, bahwa kemampuan (ability) diartikan sebagai ciri individu yang diwariskan dan relatif abadi yang mendasari dan mendukung terbentuknya keterampilan. Sedangkan keterampilan atau skill menururt Singer adalah mengacu secara spesifik pada tugas tertentu serta dicapai dengan adanya latihan dan pengalaman.[3]

Jadi berdasarkan beberapa definisi keterampilan gerak (motor skill) dan kemampuan gerak (motor ability) sebagai mana yang dijelaskan oleh para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan gerak (motor ability)  merupakan dasar atau bekal awal dalam melakukan gerakan tidak hanya dalam gerakan olahraga, akan tetapi dalam setiap gerak manusia pada umumnya, sedangkan keterampilan gerak (motor skill) merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan gerakan secara efektif dan efisien, oleh karena itu perlu suatu latihan yang berulang-ulang serta pengalaman.

Proses belajar gerak banyak berhubungan dengan kemampuan menggunakan anggota tubuh, memerlukan intelektual dan sikap, karena belajar gerak bukan hanya melakukan gerak semata-mata. Menurut Gagne bahwa unsur pokok dalam belajar gerak adalah ketercapaian otomatisasi gerak yang merupakan puncak dari belajar keterampilan motorik.[4] Gerakan otomatis akan menghasilkan pola gerak yang efektif dan efisien. Jadi sangat jelas bahwa seseorang yang memiliki ability yang baik atau tinggi, maka akan dengan mudah untuk mendapatkan atau membentuk gerakan yang terampil atau skill, baik keterampilan yang melibatkan otot kasar atau gross motor skill, maupun otot halus atau fine motor skill,  serta open skill dan close skill atau keterampilan terbuka dan tertutup.

Menurut Johnson dalam Singer, seperti yang dikutip oleh Saputra dan Mahendra, bahwa terdapat empat aspek atau variable yang mencirikan suatu keterampilan, yaitu kecepatan, akurasi, bentuk, dan kesesuaian. Artinya, bahwa keterampilan harus ditampilkan dalam batas waktu tertentu, yang menunjukan semakin cepat semakin baik; keterampilan harus menujukan akurasi atau ketepatan yang tinggi sesuai yang ditargetkan; keterampilan harus dilakukan dengan energi yang minimal (ekonomis); dan keterampilan harus adaptif, yaitu tetap cakap meskipunpun dibawah kondisi yang berbeda-beda.[5]

Berdasarkan pelaksanaan gerak dan interaksi dengan lingkungan, Magil mengklasifikasikan keterampilan gerak: (1) keterampilan gerak tertutup atau close skill, yaitu keterampilan yang dilakukan dalam lingkungan relative stabil dan dapat diduga, misalnya dalam olahraga golf, panahan, bowling, senam, dan renang, dan lain-lain; (2) keterampilan terbuka atau open skill, yaitu keterampilan yang ketika dilakukan lingkungan selalu berubah-ubah atau tidak dapat diprediksi, misalnya dalam permainan bola basket, tenis, basket, dan lain-lain. Dalam keterampilan gerak terbuka, pelaku tidak dapat merencanakan respon, tetapi harus bertindak sesuai dengan rangsangan yang datang. [6]

Keterampilan gerak dilihat dari pelaksanaan gerakan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1) keterampilan distrik atau discrete skill, adalah keterampilan yang dengan mudah dapat ditentukan awal dan akhirnya, dan lebih sering dilakukan secara singkat, misalnya: melempar bola, gerakan dalam senam artistic, atau menembak; (2) keterampilan kontinyu atau continuous skill, yaitu keterampilan ini tidak secara jelas menunjukkan mana awal dan mana akhir, contoh dalam gerakan renang atau lari; dan (3) Keterampilan serial atau serial skill, merupakan suatu kelompok dari keterampilan-keterampilan distrik yang digabung untuk membentuk keterampilan baru atau keterampilan yang lebih kompleks.[7] Berdasarkan kelompok otot yang digunakan, keterampilan gerak di kelompokan menjadi dua, yaitu keterampilan gerak kasar (gross motor skill), yaitu gerakan yang melibatkan kelompok otot-otot besar, dan keterampilan gerak besar(fine motor skill), yaitu gerakan yang melibatkan otot-otot halus.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tahap belajar gerak merupakan langkah-langkah peningkatan kualitas ketarmpilan motorik yang diawali dari gerak sederhana kearah gerakan yang kompleks, dari gerakan yang hanya melibatkan otot halus hingga melibatkan otot kasar. Peningkatan kualitas gerak ini diperoleh melalui latihan yang terus menerus, makin terlatih, maka kualitas geraknya akan semakin baik.



[1] Departemen pendidikan dan Kebudayaan, loc.cit

[2] Amung Ma’mun dan Yudaha M. Saputra, loc.cit

[3] Amung Ma’mun dan Yudaha M. Saputra, ibid, h. 62.

[4] Robert M. Gagne, The Condition of Learningi (NewYork: Holt, Renehart and wanston, 1992), h. 5.

[5] Amung Ma’mun dan Yudaha M. Saputra, op.cit,  h. 51.

[6] Ibid,  h.53.

 [7] Ibid,  h.55.


Related Posts

No comments:

Post a Comment