Perkembangan gerak individu akan bertambah secara bertahap sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan kematangan serta hasil latihan atau belajar. Oleh karena itu agar proses pemberian pengalaman gerak dapat bermanfaat, maka proses belajar gerak harus dilakukan secara terencana dan bertahap yang dilakukan secara berkesinambungan melalui berbagai pendekatan, strategi, media dan lain-lain agar pembelajaran yang disampikan mampu direspon oleh siswa dengan baik, dengan demikian akan diperoleh kemampuan gerak baru.
Menurut
Fitts dan Posner dalam proses pembelajaran gerak akan ditemui tahap-tahap
belajar gerak, yaitu: (1) tahap kognisi; (2) tahap fiksasi; dan (3) tahap
otomatisasi.[1]
Pendapat ini dikuatkan oleh pendapat Saputra dan Ma’mun yang menyatakan bahwa
ada tiga tahapan dalam belajar gerak (motor
learning), yaitu: (1) tahap verbal kognitif, maksudnya adalah kognitif dan
proses membuat keputusan lebih menonjol; (2) tahap gerak memiliki makna sebagai
pola gerak yang dikembangkan sebaik mungkin agar peserta didik atau atlit lebih
terampil; dan (3) tahapan otomatisasi artinya memperhalus gerakan agar performa
peserta didik atau atlit menjadi lebih padu dalam melakukan gerakannya.[2]
Tahap
kognisi merupakan tahap dimana siswa mendapatkan informasi tentang bentuk
keterampilan gerak yang harus dilakukan dan dikuasai. Pada tahap ini
penyampaian informasi tentang gerakan yang harus dipelajari siswa harus
diinformasikan sejelas mungkin disertai dengan contoh gerakan dan media lainnya
yang dipandang dapat membantu siswa dalam membantu mempermudah siswa untuk
memahami gerakan yang akan dipelajarinya. Oleh karena itu, komunikasi
verbal-kognitif antara guru-siswa sangat berpengaruh dalam tahapan ini.
Tahap
fiksasi adalah tahap dimana siswa merealisasikan pola gerak yang telah
terbentuk dalam memorinya menjadi gerakan. Pada tahap ini, agar siswa dapat
melakukan gerakan dengan benar, maka perlu diberikan pengulangan atau latihan
dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengulang pola gerak
tersebut. Di samping itu, penguatan dapat diberikan dengan memberikan umpan
balik yang bermakna. Keberhasilan tahap ini banyak dipengaruhi oleh kemampuan
kognitif dalam merealisasikan konsep gerak kedalam gerak sebenarnya, selain itu
juga dipengaruhi pula oleh pengalaman-pengalaman gerak yang telah lalu.
Tahap
selanjutnya adalah tahap gerak otomatisasi. Tahap ini dapat dicapai jika pola
gerak yang ada dimemori dapat dilakukan melalui gerak sesungguhnya dengan benar
melalui latihan dan pengulangan. Keberhasilan pola gerak ini akan nampak ketika
siswa melakukan gerakan secara efektif dan efisien. Pengulangan gerakan atau
latihan yang dilakukan dan umpan balik yang positif akan menjadi dasar dari
terciptanya pola gerak yang otomatis. Gerakan yang otomatis ditandai dengan
semakin sempurnanya koordinasi gerak yang dilakukan, serta penggunaan energi
yang efektif dan efisien.
Dalam
proses belajar gerak, faktor kemampuan atau ability
sangat berpengaruh, karena kemampuan akan mendasari terhadap keterampilan (skill) sesorang. Hal ini sejalan dengan
pendapat Schmidt yang dikutip oleh Saputra dan Mahendra, bahwa kemampuan (ability) diartikan sebagai ciri
individu yang diwariskan dan relatif abadi yang mendasari dan mendukung
terbentuknya keterampilan. Sedangkan keterampilan atau skill menururt Singer adalah mengacu secara spesifik pada tugas
tertentu serta dicapai dengan adanya latihan dan pengalaman.[3]
Jadi
berdasarkan beberapa definisi keterampilan gerak (motor skill) dan kemampuan gerak (motor ability) sebagai mana yang dijelaskan oleh para ahli di atas
dapat disimpulkan bahwa kemampuan gerak (motor
ability) merupakan dasar atau bekal
awal dalam melakukan gerakan tidak hanya dalam gerakan olahraga, akan tetapi
dalam setiap gerak manusia pada umumnya, sedangkan keterampilan gerak (motor skill) merupakan kemampuan
seseorang untuk melakukan gerakan secara efektif dan efisien, oleh karena itu perlu
suatu latihan yang berulang-ulang serta pengalaman.
Proses
belajar gerak banyak berhubungan dengan kemampuan menggunakan anggota tubuh,
memerlukan intelektual dan sikap, karena belajar gerak bukan hanya melakukan
gerak semata-mata. Menurut Gagne bahwa unsur pokok dalam belajar gerak adalah ketercapaian
otomatisasi gerak yang merupakan puncak dari belajar keterampilan motorik.[4] Gerakan otomatis akan menghasilkan
pola gerak yang efektif dan efisien. Jadi sangat jelas bahwa seseorang yang
memiliki ability yang baik atau
tinggi, maka akan dengan mudah untuk mendapatkan atau membentuk gerakan yang
terampil atau skill, baik
keterampilan yang melibatkan otot kasar atau gross motor skill, maupun otot halus atau fine motor skill, serta open skill dan close skill atau keterampilan terbuka dan tertutup.
Menurut
Johnson dalam Singer, seperti yang dikutip oleh Saputra dan Mahendra, bahwa
terdapat empat aspek atau variable yang mencirikan suatu keterampilan, yaitu
kecepatan, akurasi, bentuk, dan kesesuaian. Artinya, bahwa keterampilan harus ditampilkan
dalam batas waktu tertentu, yang menunjukan semakin cepat semakin baik;
keterampilan harus menujukan akurasi atau ketepatan yang tinggi sesuai yang
ditargetkan; keterampilan harus dilakukan dengan energi yang minimal
(ekonomis); dan keterampilan harus adaptif, yaitu tetap cakap meskipunpun
dibawah kondisi yang berbeda-beda.[5]
Berdasarkan
pelaksanaan gerak dan interaksi dengan lingkungan, Magil mengklasifikasikan keterampilan
gerak: (1) keterampilan gerak tertutup atau close
skill, yaitu keterampilan yang dilakukan dalam lingkungan relative stabil
dan dapat diduga, misalnya dalam olahraga golf, panahan, bowling, senam, dan
renang, dan lain-lain; (2) keterampilan terbuka atau open skill, yaitu keterampilan yang ketika dilakukan lingkungan
selalu berubah-ubah atau tidak dapat diprediksi, misalnya dalam permainan bola
basket, tenis, basket, dan lain-lain. Dalam keterampilan gerak terbuka, pelaku
tidak dapat merencanakan respon, tetapi harus bertindak sesuai dengan
rangsangan yang datang. [6]
Keterampilan
gerak dilihat dari pelaksanaan gerakan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1)
keterampilan distrik atau discrete skill,
adalah keterampilan yang dengan mudah dapat ditentukan awal dan akhirnya, dan
lebih sering dilakukan secara singkat, misalnya: melempar bola, gerakan dalam
senam artistic, atau menembak; (2) keterampilan kontinyu atau continuous skill, yaitu keterampilan ini
tidak secara jelas menunjukkan mana awal dan mana akhir, contoh dalam gerakan
renang atau lari; dan (3) Keterampilan serial atau serial skill, merupakan suatu kelompok dari
keterampilan-keterampilan distrik yang digabung untuk membentuk keterampilan
baru atau keterampilan yang lebih kompleks.[7] Berdasarkan kelompok otot
yang digunakan, keterampilan gerak di kelompokan menjadi dua, yaitu
keterampilan gerak kasar (gross motor
skill), yaitu gerakan yang melibatkan kelompok otot-otot besar, dan
keterampilan gerak besar(fine motor
skill), yaitu gerakan yang melibatkan otot-otot halus.
Dari
pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tahap belajar gerak merupakan
langkah-langkah peningkatan kualitas ketarmpilan motorik yang diawali dari
gerak sederhana kearah gerakan yang kompleks, dari gerakan yang hanya
melibatkan otot halus hingga melibatkan otot kasar. Peningkatan kualitas gerak
ini diperoleh melalui latihan yang terus menerus, makin terlatih, maka kualitas
geraknya akan semakin baik.
[1] Departemen pendidikan dan Kebudayaan, loc.cit
[2] Amung Ma’mun dan Yudaha M. Saputra, loc.cit
[3] Amung Ma’mun dan Yudaha M. Saputra, ibid, h. 62.
[4] Robert M. Gagne, The
Condition of Learningi (NewYork: Holt, Renehart and wanston, 1992), h. 5.
[5] Amung Ma’mun dan Yudaha M. Saputra, op.cit, h. 51.
No comments:
Post a Comment