Pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu proses terjadinya interaksi antara guru dengan siswa melalui kegiatan terpadu dari dua bentuk kegiatan, yakni kegiatan belajar siswa dengan kegiatan mengajar guru. Belajar pada hakikatnya adalah proses perubahan tingkah laku yang disadari.
Mengajar pada hakikatnya adalah usaha yang direncanakan melalui pengaturan dan penyediaan kondisi yang memungkinkan siswa melakukan berbagai kegiatan belajar sebaik mungkin. Untuk mencapai interaksi belajar mengajar sudah barang tentu adanya komunikasi yang jelas antara guru dengan siswa sehingga terpadunya dua kegiatan yakni kegiatan mengajar (usaha guru) dengan kegiatan belajar (tugas siswa) yang berdaya guna dalam mencapai pembelajaran.
Setting pembelajaran Pendidikan
jasmani, olahraga, dan kesehatan pada hakikatnya adalah mengatur proses pendidikan
yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam
kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan
jasmani, olahraga, dan kesehatan memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan
utuh, makhluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang
terpisah kualitas fisik dan mentalnya. Pada kenyataannya, pendidikan jasmani,
olahraga, dan kesehatan adalah suatu bidang kajian yang sungguh luas. Titik
perhatiannya adalah peningkatan gerak manusia. Lebih khusus lagi, pendidikan
jasmani, olahraga dan kesehatan berkaitan dengan hubungan antara gerak manusia
dan wilayah pendidikan lainnya, hubungan dari perkembangan tubuh-fisik dengan
pikiran dan jiwanya.
Selama ini telah terjadi kecenderungan dalam memberikan makna mutu
pendidikan yang hanya dikaitkan dengan aspek kemampuan kognitif. Pandangan ini
telah membawa akibat terabaikannya aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti,
seni, psikomotor, serta life skill.
Dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan akan memberikan peluang untuk
menyempurnakan kurikulum yang komprehensif dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan nasional.
Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan merupakan media untuk mendorong
pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan motorik, pengetahuan dan
penalaran, penghayatan nilai-nilai
(sikap-mental-emosional-sportivitas-spiritual-sosial), serta pembiasaan pola hidup
sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan kualitas
fisik dan psikis yang seimbang. Aktivitas jasmani merupakan keharusan bagi
kelangsungan fungsi organ tubuh, yang berarti pendidikan jasmani merupakan satu
bagian dari rangsangan fisik yang diberikan secara terpilih dan sistematik.
Dari sisi keniscayaan
sosial, betapa penting aktivitas jasmani bagi anak untuk menumbuhkan
keterampilan sosial yang menjadi dasar bagi sifat-sifat yang melekat dalam
wataknya. Selain itu, self-concept
yang menjadi landasan kepribadian anak, berkembang melalui aktivitas jasmani,
dan justru pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan yang terbimbing dengan baik merupakan
rangsangan yang positif bagi pembentukan konsep diri yang positif.
Tidak ada pendidikan
yang tidak mempunyai sasaran pedagogis, dan tidak ada pendidikan yang lengkap
tanpa adanya pendidikan jasmani, karena gerak sebagai aktivitas fisik adalah
dasar bagi manusia untuk mengenal dunia dan dirinya sendiri yang berkembang
secara alami berkembang searah dengan kemajuan zaman. Melalui pendidikan
jasmani anak didik akan memperoleh berbagai ungkapan yang kreatif, inovatif,
terampil dan memiliki kebugaran jasmani dan kebiasaan hidup sehat serta
memiliki pengetahuan dan pemahaman terhadap gerak manusia.
Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan membantu peserta didik
mengembangkan pemahaman tentang apa yang mereka perlukan untuk membuat komitmen
seumur hidup tentang arti penting hidup sehat,
aktif dan mengembangkan kapasitas untuk menjalani kehidupan yang
memuaskan dan produktif, sehingga berdampak pada meningkatkan produktivitas dan
kesiapan untuk belajar, meningkatkan semangat, mengurangi ketidakhadiran,
mengurangi biaya perawatan kesehatan, penurunan kelakuan anti-sosial seperti bullying dan kekerasan, mempromosikan
hubungan yang aman dan sehat, dan meningkatkan kepuasan pribadi.
Penelitian telah menunjukkan keterkaitan tersebut antara peningkatan
tingkat aktivitas fisik dan prestasi akademik yang lebih baik, lebih baik
konsentrasi, lebih baik perilaku kelas dan lebih terfokus belajar. Manfaat lain
termasuk perbaikan dalam kesejahteraan psikologis, kemampuan fisik,
konsep-diri, dan kemampuan untuk mengatasi stres. Harapannya kurikulum pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan
ini juga memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mengembangkan
keterampilan sosial dan kesejahteraan emosional. Di bidang kesehatan peserta
didik akan belajar keterampilan yang dibutuhkan untuk sukses dalam hidup aktif
dan warga yang bertanggung jawab secara
sosial.
Pendidikan jasmani, olahraga
dan kesehatan yang diajarkan di sekolah memiliki peranan sangat penting, yaitu
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat langsung dalam
berbagai pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan yang terpilih yang
dilakukan secara sistematis. Pembekalan
pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina pertumbuhan fisik dan
pengembangan psikis yang lebih baik, sekaligus membentuk pola hidup sehat dan
bugar sepanjang hayat. Sehingga membantu peserta didik mengembangkan pemahaman tentang apa yang
mereka perlukan untuk membuat komitmen seumur hidup sehat, aktif dan
mengembangkan kapasitas untuk menjalani kehidupan yang memuaskan dan produktif.
Di sisi lain kurikulum pendidikan
jasmani, olahraga, dan kesehatan mempromosikan nilai-nilai pendidikan yang
penting dan tujuan yang mendukung pengembangan karakter. Ini termasuk berusaha
untuk mencapai salah satu pribadi terbaik, keadilan dan fair play, menghormati keragaman, kepekaan dan rasa hormat terhadap
kebutuhan individu maupun kebutuhan kelompok, dan kesehatan yang baik serta
kesejahteraan.
Kerangka teoritis pengembangan kurikulum mata
pelajaran pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan untuk satuan pendidikan
SMP/MTs, diawali dengan kajian karakteristik peserta didik, karena kurikulum
ini pada dasarnya diperuntukkan bagi mereka. Adapun karakteristik perkembangan
anak usia SMP/MTs adalah sebagai berikut: Pada anak usia antara 13 - 14
tahun, anak memasuki tahap perkembangan gerak spesialistik. Berbagai keterampilan gerak yang
diorientasikan pada berbagai situasi, arah dan tujuan pada kondisi keterampilan
terbuka telah dapat dilakukan anak dengan tingkat koordinasi yang baik. Pertumbuhan fisik yang makin sempurna makin
berkembangnya kapasitas fisik seperti daya tahan, kekuatan, kecepatan,
kelentukan, keseimbangan dan koordinasi.
Perkembangan fungsi kapasitas tersebut menyebabkan mereka telah dapat
melakukan berbagai kegiatan fisik dan permainan seperti halnya orang
dewasa. Berbagai aktivitas fisik yang
dilakukan mereka menjadi stimulan bagi pertumbuhan dan perkembangan yang makin
sempurna. Peraturan permainan yang
serupa dengan peraturan permainan orang dewasa dapat dilakukan oleh mereka.
Proses pembelajaran pada kelompok usia ini diorientasikan pada pengembangan
kematangan kemampuan fisik-motorik, mental dan sosial subjek sebagai bagian
dari komunitas masyarakat. Pembentukan
kemampuan keterampilan sebaiknya diorientasikan pada pengembangan kemampuan
keterampilan terbuka dengan tidak mengabaikan kemampuan individu untuk
melakukan berbagai keterampilan tertutup, seperti pada cabang olahraga atletik
dan senam perlu mendapatkan perhatian, sedangkan pengembangan keterampilan
seperti pada berbagai permainan hendaknya mendapatkan perhatian yang lebih proporsional.
Pada anak berusia 15 tahun, berbagai keterampilan gerak yang diorientasikan
pada berbagai situasi, arah dan tujuan telah dapat dilakukan dengan baik. Kualitas perkembangan gerak pada tahap ini
secara signifikan dipengaruhi oleh kualitas perkembangan gerak pada masa
sebelumnya. Proses pembelajaran pada
tahap ini diorientasikan pada berbagai pengembangan keterampilan gerak yang
lebih spesialistik dengan tidak mengabaikan prinsip pengembangan keterampilan
multilateral. Proses pengembangan keterampilan
yang multipleks-kompleks dengan orientasi pembentukan keterampilan terbuka
hendaknya menjadi bagian yang dominan dalam tiap proses pembelajaran. Prinsip-prinsip permainan cabang olahraga
individu dan beregu, seperti beberapa nomor atletik, senam permainan sepak bola
dan bola voli telah dapat diperkenalkan kepada mereka. Pada keterampilan atletik dan senam dapat
diperluas implementasi dari pengembangan gerak dasar lokomosi, nonlokomosi
serta stabilisasi. Sementara itu, pada permainan sepak bola, dan bola voli
dapat memperluas implementasi keterampilan gerak di atas dalam rambu-rambu
peraturan yang membatasi keinginan destruktif dalam diri anak.
Prinsip men-setting Kelas Pembelajaran adalah ada unsur (1) Aksebilitas: peserta didik
mudah menjangkau, sumber belajar yang tersedia.
(2) Mobilitas, peserta didik mudah ke bagian lain dalam kelas. (3) Interaksi, memudahkan interaksi
antara guru dan peserta didik maupun antar peserta didik. (4) Variasi kerja peserta didik, memungkinkan peserta didik
bekerjasama secara perorangan, berpasangan, atau kelompok.
Berikut beberapa pola setting dalam
kegiatan pembelajaran:
a.
Formasi Huruf U
Formasi ini dapat digunakan untuk berbagai
tujuan. Para peserta didik dapat melihat guru dan/atau melihat media visual
dengan mudah dan mereka dapat saling berhadapan langsung satu dengan yang lain.
Susunan ini ideal untuk membagi bahan pelajaran kepada peserta didik secara
cepat karena guru dapat masuk ke huruf U dan berjalan ke berbagai arah dengan
seperangkat materi. Selain model di atas, formasi U berikut ini memungkinkan
kelompok kecil yang terdiri dari tiga peserta didik atau lebih dapat keluar
masuk dari tempatnya dengan mudah.
b.
Formasi Corak
Tim Guru
mengelompokkan meja meja setengah lingkaran di ruang kelas agar memungkinkan
peserta didik untuk melakukan interaksi tim. Guru dapat meletakkan kursi-kursi
mengelilingi meja meja untuk susunan yang paling akrab. Jika hal ini dilakukan,
beberapa peserta didik harus memutar kursi mereka melingkar menghadap ke depan
ruang kelas untuk melihat guru, papan tulis atau layar.
c.
Formasi Meja
Konferensi
Formasi ini paling baik dilakukan jika meja
berbentuk persegi panjang. Susunan ini dapat mengurangi peran penting peserta
didik. Jika guru duduk di tengah-tengah
sisi yang luas, para peserta didik di ujung merasa tertutup. Guru dapat
membentuk sebuah susunan meja konferensi dengan menggabungkan beberapa meja
kecil (ditengahnya biasanya kosong).
d.
Formasi Lingkaran
Para peserta didik hanya duduk pada sebuah
lingkaran tanpa meja atau kursi untuk melakukan interaksi berhadaphadapan
secara langsung. Sebuah lingkaran ideal untuk diskusi kelompok penuh. Jika guru menginginkan peserta didik memiliki
tempat untuk menulis, hendaknya digunakan susunan peripheral, yakni meja
ditempatkan di belakang peserta didik. Guru dapat menyuruh peserta didik
memutar kursi-kursinya melingkar ketika guru menginginkan diskusi kelompok.
e.
Formasi Kelompok untuk
Kelompok
Susunan ini memungkinkan guru untuk melakukan
diskusi atau untuk menyusun permainan peran, berdebat atau observasi dari
kreatifitas kelompok. Guru dapat meletakkan meja pertemuan di tengah-tengah,
yang dikelilingi oleh kursi-kursi pada sisi luar.
f.
Formasi Tempat Kerja (Workstation)
Susunan ini tepat untuk lingkungan tipe
laboratorium, dimana setiap peserta didik duduk pada tempat untuk mengerjakan
tugas (seperti mengoperasikan komputer, mesin, melakukan kerja laborat) tepat
setelah didemonstrasikan. Tempat berhadapan mendorong patner belajar untuk
menempatkan dua peserta didik pada tempat yang sama.
g.
Formasi Pengelompokan
Terpisah (Breakout Groupings)
Jika kelas cukup besar atau jika ruangan
memungkinkan, guru dapat meletakkan meja-meja dan kursi dimana kelompok kecil
dapat melakukan aktifitas belajar didasarkan pada tim. Guru dapat menempatkan
susunan pecahanpecahan kelompok saling berjauhan sehingga tim-tim itu tidak
saling mengganggu. Tetapi hendaknya dihindari penempatan ruangan
kelompok-kelompok kecil terlalu jauh dari ruang kelas, sehingga hubungan
diantara peserta didik sulit dijaga.
h.
Formasi Susunan Chevron
Sebuah susunan ruang kelas tradisional tidak
memungkinkan untuk melakukan belajar aktif. Jika terdapat banyak peserta didik
(tiga puluh atau lebih) dan hanya tersedia beberapa meja, barangkali guru perlu
menyusun peserta didik dalam bentuk ruang kelas. Susunan V mengurangi jarak
antara para peserta didik, pandangan lebih baik dan lebih memungkinkan untuk
melihat peserta didik lain dari pada baris lurus. Dalam susunan ini, tempat
paling bagus ada pada pusat tanpa jalan tengah.
i.
Formasi Kelas Tradisional
Jika tidak ada cara untuk membuat lingkaran dari
baris lurus yang berupa meja kursi, guru dapat mencoba mengelompokkan
kursi-kursi dalam pasanganpasangan memungkinkan penggunan teman belajar. Guru
dapat mencoba membuat nomor genap dari baris baris ruangan yang cukup diantara
mereka sehingga pasangan-pasangan peserta didik pada baris-baris nomor ganjil
dapat memutar kursi-kursi mereka melingkar dan membuat persegi panjang dengan
pasangan tempat duduk persis di belakang mereka pada baris berikutnya.
Format atau setting kelas ini banyak digunakan
di lembaga pendidikan manapun. Bila digunakan sepanjang masa tanpa variasi
format lain akan berpengaruh terhadap gape psikologis peserta didik seperti
merasa minder, takut dan tidak terbuka dengan teman, karena sesama peserta
didik tidak pernah saling berhadapan (face to face) dan hanya melihat punggung
temannya sepanjang tahun dalam belajar. Meskipun demikian tidak berarti format
kelas seperti ini tidak bisa digunakan untuk pembelajaran aktif, tentu hal ini
tergantung bagaimana guru menciptakan suasana belajar aktif dengan strategi
yang tepat.
j.
Formasi Auditorium/Aula.
Formasi auditorium atau aula merupakan tawaran
alternatif dalam menyusun ruang kelas. Meskipun bentuk auditorium menyediakan
lingkungan yang sangat terbatas untuk belajar aktif, namun hal ini dapat dicoba
untuk dilakukan guru guna mengurangi kebosanan peserta didik yang terbiasa
dalam penataan ruang secara konvensional (tradisional). Jika sebuah kelas
tempat duduk dapat dengan mudah dipindah pindah, maka guru dapat membuat bentuk
pembelajaran ala auditorium untuk dapat membuat hubungan lebih erat dan
memudahkan peserta didik melihat guru.
Demikian beberapa alternatif setting kelas terkait formasi meja dan kursi serta ruang belajar yang dapat dipilih guru dalam mengelola pelaksanaan pembelajaran di kelas. Setting kelas juga terkait dengan penempatan pajangan hasil karya, portofolio peserta didik, pojok baca, kotak tugas sarapan pagi, jam kejadiran, dan lain-lain. Lebih dari itu, dalam kerangka penerapan strategi pembelajaran aktif juga sangat dianjurkan dilakukan di luar kelas seperti out door atau outbond.
No comments:
Post a Comment