Mari Berbagi...dan Memberi....

2020-07-23

Seting Pembelajaran Pendidikan Jasmani di Sekolah

| 2020-07-23

Setting pembelajaran pendidikan jasmani

Pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu proses terjadinya interaksi antara guru dengan siswa melalui kegiatan terpadu dari dua bentuk kegiatan, yakni kegiatan belajar siswa dengan kegiatan mengajar guru. Belajar pada hakikatnya adalah proses perubahan tingkah laku yang disadari. 

Mengajar pada hakikatnya adalah usaha yang direncanakan melalui pengaturan dan penyediaan kondisi yang memungkinkan siswa melakukan berbagai kegiatan belajar sebaik mungkin. Untuk mencapai interaksi belajar mengajar sudah barang tentu adanya komunikasi yang jelas antara guru dengan siswa sehingga terpadunya dua kegiatan yakni kegiatan mengajar (usaha guru) dengan kegiatan belajar (tugas siswa) yang berdaya guna dalam mencapai pembelajaran.

Setting pembelajaran Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan pada hakikatnya adalah mengatur proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, makhluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya. Pada kenyataannya, pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan adalah suatu bidang kajian yang sungguh luas. Titik perhatiannya adalah peningkatan gerak manusia. Lebih khusus lagi, pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan berkaitan dengan hubungan antara gerak manusia dan wilayah pendidikan lainnya, hubungan dari perkembangan tubuh-fisik dengan pikiran dan jiwanya.

Selama ini telah terjadi kecenderungan dalam memberikan makna mutu pendidikan yang hanya dikaitkan dengan aspek kemampuan kognitif. Pandangan ini telah membawa akibat terabaikannya aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, seni, psikomotor, serta life skill. Dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan akan memberikan peluang untuk menyempurnakan kurikulum yang komprehensif dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.

Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan merupakan media untuk mendorong pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan motorik, pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai (sikap-mental-emosional-sportivitas-spiritual-sosial), serta pembiasaan pola hidup sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan kualitas fisik dan psikis  yang seimbang. Aktivitas jasmani merupakan keharusan bagi kelangsungan fungsi organ tubuh, yang berarti pendidikan jasmani merupakan satu bagian dari rangsangan fisik yang diberikan secara terpilih dan sistematik.

Dari sisi keniscayaan sosial, betapa penting aktivitas jasmani bagi anak untuk menumbuhkan keterampilan sosial yang menjadi dasar bagi sifat-sifat yang melekat dalam wataknya. Selain itu, self-concept yang menjadi landasan kepribadian anak, berkembang melalui aktivitas jasmani, dan justru pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan  yang terbimbing dengan baik merupakan rangsangan yang positif bagi pembentukan konsep diri yang positif.

Tidak ada pendidikan yang tidak mempunyai sasaran pedagogis, dan tidak ada pendidikan yang lengkap tanpa adanya pendidikan jasmani, karena gerak sebagai aktivitas fisik adalah dasar bagi manusia untuk mengenal dunia dan dirinya sendiri yang berkembang secara alami berkembang searah dengan kemajuan zaman. Melalui pendidikan jasmani anak didik akan memperoleh berbagai ungkapan yang kreatif, inovatif, terampil dan memiliki kebugaran jasmani dan kebiasaan hidup sehat serta memiliki pengetahuan dan pemahaman terhadap gerak manusia.

Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan membantu peserta didik mengembangkan pemahaman tentang apa yang mereka perlukan untuk membuat komitmen seumur hidup tentang arti penting hidup sehat,  aktif dan mengembangkan kapasitas untuk menjalani kehidupan yang memuaskan dan produktif, sehingga berdampak pada meningkatkan produktivitas dan kesiapan untuk belajar, meningkatkan semangat, mengurangi ketidakhadiran, mengurangi biaya perawatan kesehatan, penurunan kelakuan anti-sosial seperti bullying dan kekerasan, mempromosikan hubungan yang aman dan sehat, dan meningkatkan kepuasan pribadi.

Penelitian telah menunjukkan keterkaitan tersebut antara peningkatan tingkat aktivitas fisik dan prestasi akademik yang lebih baik, lebih baik konsentrasi, lebih baik perilaku kelas dan lebih terfokus belajar. Manfaat lain termasuk perbaikan dalam kesejahteraan psikologis, kemampuan fisik, konsep-diri, dan kemampuan untuk mengatasi stres. Harapannya kurikulum  pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan ini juga memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mengembangkan keterampilan sosial dan kesejahteraan emosional. Di bidang kesehatan peserta didik akan belajar keterampilan yang dibutuhkan untuk sukses dalam hidup aktif dan  warga yang bertanggung jawab secara sosial.

Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan yang diajarkan di sekolah memiliki peranan sangat penting, yaitu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat langsung dalam berbagai pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani,  olahraga dan kesehatan yang terpilih yang dilakukan secara sistematis.  Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik, sekaligus membentuk pola hidup sehat dan bugar sepanjang hayat. Sehingga membantu peserta didik mengembangkan pemahaman tentang apa yang mereka perlukan untuk membuat komitmen seumur hidup sehat, aktif dan mengembangkan kapasitas untuk menjalani kehidupan yang memuaskan dan produktif.

Di sisi lain kurikulum pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan mempromosikan nilai-nilai pendidikan yang penting dan tujuan yang mendukung pengembangan karakter. Ini termasuk berusaha untuk mencapai salah satu pribadi terbaik, keadilan dan fair play, menghormati keragaman, kepekaan dan rasa hormat terhadap kebutuhan individu maupun kebutuhan kelompok, dan kesehatan yang baik serta kesejahteraan.

Kerangka teoritis pengembangan kurikulum mata pelajaran pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan untuk satuan pendidikan SMP/MTs, diawali dengan kajian karakteristik peserta didik, karena kurikulum ini pada dasarnya diperuntukkan bagi mereka. Adapun karakteristik perkembangan anak usia SMP/MTs adalah sebagai berikut: Pada anak usia antara 13 - 14 tahun, anak memasuki tahap perkembangan gerak spesialistik.  Berbagai keterampilan gerak yang diorientasikan pada berbagai situasi, arah dan tujuan pada kondisi keterampilan terbuka telah dapat dilakukan anak dengan tingkat koordinasi yang baik. Pertumbuhan fisik yang makin sempurna makin berkembangnya kapasitas fisik seperti daya tahan, kekuatan, kecepatan, kelentukan, keseimbangan dan koordinasi.  Perkembangan fungsi kapasitas tersebut menyebabkan mereka telah dapat melakukan berbagai kegiatan fisik dan permainan seperti halnya orang dewasa.  Berbagai aktivitas fisik yang dilakukan mereka menjadi stimulan bagi pertumbuhan dan perkembangan yang makin sempurna.  Peraturan permainan yang serupa dengan peraturan permainan orang dewasa dapat dilakukan oleh mereka.

Proses pembelajaran pada kelompok usia ini diorientasikan pada pengembangan kematangan kemampuan fisik-motorik, mental dan sosial subjek sebagai bagian dari komunitas masyarakat.  Pembentukan kemampuan keterampilan sebaiknya diorientasikan pada pengembangan kemampuan keterampilan terbuka dengan tidak mengabaikan kemampuan individu untuk melakukan berbagai keterampilan tertutup, seperti pada cabang olahraga atletik dan senam perlu mendapatkan perhatian, sedangkan pengembangan keterampilan seperti pada berbagai permainan hendaknya mendapatkan perhatian yang lebih proporsional.

Pada anak berusia 15 tahun, berbagai keterampilan gerak yang diorientasikan pada berbagai situasi, arah dan tujuan telah dapat dilakukan dengan baik.  Kualitas perkembangan gerak pada tahap ini secara signifikan dipengaruhi oleh kualitas perkembangan gerak pada masa sebelumnya. Proses pembelajaran pada tahap ini diorientasikan pada berbagai pengembangan keterampilan gerak yang lebih spesialistik dengan tidak mengabaikan prinsip pengembangan keterampilan multilateral.  Proses pengembangan keterampilan yang multipleks-kompleks dengan orientasi pembentukan keterampilan terbuka hendaknya menjadi bagian yang dominan dalam tiap proses pembelajaran.  Prinsip-prinsip permainan cabang olahraga individu dan beregu, seperti beberapa nomor atletik, senam permainan sepak bola dan bola voli telah dapat diperkenalkan kepada mereka.  Pada keterampilan atletik dan senam dapat diperluas implementasi dari pengembangan gerak dasar lokomosi, nonlokomosi serta stabilisasi. Sementara itu, pada permainan sepak bola, dan bola voli dapat memperluas implementasi keterampilan gerak di atas dalam rambu-rambu peraturan yang membatasi keinginan destruktif dalam diri anak.

Prinsip men-setting Kelas Pembelajaran adalah ada unsur   (1) Aksebilitas: peserta didik mudah menjangkau, sumber belajar yang tersedia.  (2) Mobilitas, peserta didik mudah  ke bagian lain dalam kelas.  (3) Interaksi, memudahkan interaksi antara guru dan peserta didik maupun antar peserta didik.  (4) Variasi kerja peserta didik, memungkinkan peserta didik bekerjasama secara perorangan, berpasangan, atau kelompok.

Berikut beberapa pola setting dalam kegiatan pembelajaran:

a.      Formasi Huruf U

Formasi ini dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Para peserta didik dapat melihat guru dan/atau melihat media visual dengan mudah dan mereka dapat saling berhadapan langsung satu dengan yang lain. Susunan ini ideal untuk membagi bahan pelajaran kepada peserta didik secara cepat karena guru dapat masuk ke huruf U dan berjalan ke berbagai arah dengan seperangkat materi. Selain model di atas, formasi U berikut ini memungkinkan kelompok kecil yang terdiri dari tiga peserta didik atau lebih dapat keluar masuk dari tempatnya dengan mudah.

b.      Formasi Corak

Tim  Guru mengelompokkan meja meja setengah lingkaran di ruang kelas agar memungkinkan peserta didik untuk melakukan interaksi tim. Guru dapat meletakkan kursi-kursi mengelilingi meja meja untuk susunan yang paling akrab. Jika hal ini dilakukan, beberapa peserta didik harus memutar kursi mereka melingkar menghadap ke depan ruang kelas untuk melihat guru, papan tulis atau layar.

c.       Formasi Meja Konferensi 

Formasi ini paling baik dilakukan jika meja berbentuk persegi panjang. Susunan ini dapat mengurangi peran penting peserta didik.  Jika guru duduk di tengah-tengah sisi yang luas, para peserta didik di ujung merasa tertutup. Guru dapat membentuk sebuah susunan meja konferensi dengan menggabungkan beberapa meja kecil (ditengahnya biasanya kosong).

d.      Formasi Lingkaran

Para peserta didik hanya duduk pada sebuah lingkaran tanpa meja atau kursi untuk melakukan interaksi berhadaphadapan secara langsung. Sebuah lingkaran ideal untuk diskusi kelompok penuh.  Jika guru menginginkan peserta didik memiliki tempat untuk menulis, hendaknya digunakan susunan peripheral, yakni meja ditempatkan di belakang peserta didik. Guru dapat menyuruh peserta didik memutar kursi-kursinya melingkar ketika guru menginginkan diskusi kelompok.

e.       Formasi Kelompok untuk Kelompok

Susunan ini memungkinkan guru untuk melakukan diskusi atau untuk menyusun permainan peran, berdebat atau observasi dari kreatifitas kelompok. Guru dapat meletakkan meja pertemuan di tengah-tengah, yang dikelilingi oleh kursi-kursi pada sisi luar.

f.       Formasi Tempat Kerja (Workstation) 

Susunan ini tepat untuk lingkungan tipe laboratorium, dimana setiap peserta didik duduk pada tempat untuk mengerjakan tugas (seperti mengoperasikan komputer, mesin, melakukan kerja laborat) tepat setelah didemonstrasikan. Tempat berhadapan mendorong patner belajar untuk menempatkan dua peserta didik pada tempat yang sama.

g.      Formasi Pengelompokan Terpisah (Breakout Groupings)

Jika kelas cukup besar atau jika ruangan memungkinkan, guru dapat meletakkan meja-meja dan kursi dimana kelompok kecil dapat melakukan aktifitas belajar didasarkan pada tim. Guru dapat menempatkan susunan pecahanpecahan kelompok saling berjauhan sehingga tim-tim itu tidak saling mengganggu. Tetapi hendaknya dihindari penempatan ruangan kelompok-kelompok kecil terlalu jauh dari ruang kelas, sehingga hubungan diantara peserta didik sulit dijaga.

h.      Formasi Susunan Chevron

Sebuah susunan ruang kelas tradisional tidak memungkinkan untuk melakukan belajar aktif. Jika terdapat banyak peserta didik (tiga puluh atau lebih) dan hanya tersedia beberapa meja, barangkali guru perlu menyusun peserta didik dalam bentuk ruang kelas. Susunan V mengurangi jarak antara para peserta didik, pandangan lebih baik dan lebih memungkinkan untuk melihat peserta didik lain dari pada baris lurus. Dalam susunan ini, tempat paling bagus ada pada pusat tanpa jalan tengah.

i.        Formasi  Kelas Tradisional 

Jika tidak ada cara untuk membuat lingkaran dari baris lurus yang berupa meja kursi, guru dapat mencoba mengelompokkan kursi-kursi dalam pasanganpasangan memungkinkan penggunan teman belajar. Guru dapat mencoba membuat nomor genap dari baris baris ruangan yang cukup diantara mereka sehingga pasangan-pasangan peserta didik pada baris-baris nomor ganjil dapat memutar kursi-kursi mereka melingkar dan membuat persegi panjang dengan pasangan tempat duduk persis di belakang mereka pada baris berikutnya. 

Format atau setting kelas ini banyak digunakan di lembaga pendidikan manapun. Bila digunakan sepanjang masa tanpa variasi format lain akan berpengaruh terhadap gape psikologis peserta didik seperti merasa minder, takut dan tidak terbuka dengan teman, karena sesama peserta didik tidak pernah saling berhadapan (face to face) dan hanya melihat punggung temannya sepanjang tahun dalam belajar. Meskipun demikian tidak berarti format kelas seperti ini tidak bisa digunakan untuk pembelajaran aktif, tentu hal ini tergantung bagaimana guru menciptakan suasana belajar aktif dengan strategi yang tepat.

j.        Formasi Auditorium/Aula.

Formasi auditorium atau aula merupakan tawaran alternatif dalam menyusun ruang kelas. Meskipun bentuk auditorium menyediakan lingkungan yang sangat terbatas untuk belajar aktif, namun hal ini dapat dicoba untuk dilakukan guru guna mengurangi kebosanan peserta didik yang terbiasa dalam penataan ruang secara konvensional (tradisional). Jika sebuah kelas tempat duduk dapat dengan mudah dipindah pindah, maka guru dapat membuat bentuk pembelajaran ala auditorium untuk dapat membuat hubungan lebih erat dan memudahkan peserta didik melihat guru.

Demikian beberapa alternatif setting kelas terkait formasi meja dan kursi serta ruang belajar yang dapat dipilih guru dalam mengelola pelaksanaan pembelajaran di kelas. Setting kelas juga terkait dengan penempatan pajangan hasil karya, portofolio peserta didik, pojok baca, kotak tugas sarapan pagi, jam kejadiran, dan lain-lain. Lebih dari itu, dalam kerangka penerapan strategi pembelajaran aktif juga sangat dianjurkan dilakukan di luar kelas seperti out door atau outbond.

 


Related Posts

No comments:

Post a Comment