Pengembangan karakter terintegrasi pada seluruh mata pelajaran melalui aktivitas di dalam maupun di luar kelas. Oleh karena itu, agar dapat terealisasi dengan baik, maka seluruh program pembelajaran harus memasukan nilai-nilian karakter secara tersurat (tidak implisit), dan sebagai dampaknya maka harus di rencanakan sejak penyusunan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran.
Dalam
aktivitas atau kegiatan pembelajaran perlu memasukan model-model atau
pendekatan pembelajaran yang mampu mengembangkan dan membiasakan nilai
karakter, seperti model pembelajaran Contectual
Teaching and Learning (CTL), atau pembelajaran berbasis masalah, misalnya Problem Based Learning (PBL), Discovery
Learning, Inquiry Learning, dan
Project Based Learning.
Kurikulum
2013 menganjurkan pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan
berbasis keilmuan atau pendekatan ilmiah
(scientific apporach) yang
dilakukan melalui proses mengamati (observing),
menanya (questioning), menalar (associating), mencoba (experimenting), membentuk jejaring (networking). Sementara kurikulum KTSP
lebih mengenal dengan pendeatan Contectual
Teaching and Learning (CTL). Kedua pendekatan pembelajaran ini sangat tepat
untuk menerapkan nilai-nilai karakter
selama proses pembelajaran.
Pendekatan
pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang membantu guru dalam
mengkaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata peserta didik, dan
memotivasi peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dipelajarinya
dengan kehidupan mereka. Pembelajaran kontekstual memungkinkan secara terbuka menerapkan
sejumlah prinsip belajar dengan nilai-nilai karakter yang ingin dikembangkan.
1. Pengembangan
Nilai Karakter dalam KTSP melalui pendekatan Contectual Teaching and Learning (CTL)
Berikut
ini adalah nilai karakter dalam setiap prinsip pembelajaran dengan pendekatan Contectual Teaching and Learning (CTL).
a.
Konstruktivisme
(Constructivism)
Konstrukstivisme
adalah teori belajar yang menyatakan bahwa orang menyusun atau membangun
pemahaman mereka terhadap sesuatu berdasarkan pengalaman-pengalaman baru dan
pengetahuan awal mereka. Dengan kata
lain, pengetahuan yang baru diperoleh dengan mengkonstruk (membangun,
menghubungkan dan menyatukan) berdasarkan pengalaman yang telah dimiliki
sebelumnya.
Pemahaman
konsep yang mendalam dikembangkan melalui pengalaman-pengalaman belajar otentik
dan bermakna; guru mengajukan pertanyaan kepada peserta didik untuk mendorong
aktivitas berpikirnya. Pembelajaran dikemas menjadi proses ‘mengkonstruksi’
bukan ‘menerima’ pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, peserta didik
membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses
belajar mengajar. Pembelajaran dirancang dalam bentuk peserta didik bekerja,
praktik mengerjakan sesuatu, berlatih secara fisik, menulis karangan,
mendemonstrasikan, menciptakan gagasan, dan sebagainya.
Tugas
guru dalam pembelajaran konstruktivis adalah memfasilitasi proses pembelajaran
dengan:
(a)
menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan
bagi peserta didik,
(b)
memberi kesempatan peserta didik menemukan
dan menerapkan idenya sendiri,
(c)
menyadarkan peserta didik agar menerapkan
strategi mereka sendiri dalam belajar.
Penerapan
teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran dapat mengembangkan berbagai
nilai-nilai karakter, antara lain berfikir kritis dan logis, mandiri, cinta
ilmu, rasa ingin tahu, menghargai orang lain, bertanggung jawab, dan percaya
diri.
b.
Bertanya
(Questioning)
Penggunaan pertanyaan untuk menuntun berpikir peserta
didik lebih baik daripada sekedar memberi peserta didik informasi untuk
memperdalam pemahaman peserta didik. Peserta didik belajar mengajukan
pertanyaan tentang fenomena, belajar bagaimana menyusun pertanyaan yang dapat
diuji, dan belajar untuk saling bertanya tentang bukti, interpretasi, dan
penjelasan. Pertanyaan digunakan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai
kemampuan berpikir peserta didik.
Dalam pembelajaran kegiatan bertanya berguna untuk:
(a) menggali
informasi, baik teknis maupun akademis
(b) mengecek
pemahaman peserta didik
(c) membangkitkan
respon peserta didik
(d) mengetahui
sejauh mana keingintahuan peserta didik
(e) mengetahui
hal-hal yang sudah diketahui peserta didik
(f) memfokuskan
perhatian peserta didik pada sesuatu yang dikehendaki guru
(g) menyegarkan
kembali pengetahuan peserta didik
Pembelajaran
yang menggunakan pertanyaan-pertanyaan untuk menuntun peserta didik mencapai
tujuan belajar dapat mengembangkan berbagai karakter, antara lain berfikir
kritis dan logis, rasa ingin tahu, menghargai pendapat orang lain, santun, dan
percaya diri.
c.
Inkuiri
(Inquiry)
Inkuiri
adalah proses pembelajaran yang diawali dengan pengamatan dari
pertanyaan-pertanyaan yang muncul. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut
didapat melalui siklus menyusun hipotesis, mengembangkan cara pengujian
hipotesis, membuat pengamatan, dan menyusun teori serta konsep yang berdasar
pada data dan pengetahuan.
Langkah-langkah
kegiatan inkuiri:
a) merumuskan
masalah (dalam mata pelajaran apapun)
b) Mengamati
atau melakukan observasi
c) Menganalisis
dan menyajikan hasil dalam tulisan,
gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya
lain
d) Mengkomunikasikan
atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau yang lain
Pembelajaran
yang menerapkan prinsip inkuiri dapat mengembangkan berbagai karakter, antara
lain berfikir kritis, logis, kreatif, dan inovatif, rasa ingin tahu, menghargai
pendapat orang lain, santun, jujur, dan tanggung jawab.
d.
Masyarakat
Belajar (Learning Community)
Masyarakat
belajar adalah sekelompok peserta didik yang terikat dalam kegiatan belajar
agar terjadi proses belajar lebih dalam. Semua peserta didik harus mempunyai
kesempatan untuk bicara dan berbagi ide, mendengarkan ide peserta didik lain
dengan cermat, dan bekerjasama untuk membangun pengetahuan dengan teman di
dalam kelompoknya. Konsep ini didasarkan pada ide bahwa belajar secara bersama
lebih baik daripada belajar secara individual.
Masyarakat
belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Seseorang yang
terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan
oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari
teman belajarnya. Kegiatan saling belajar ini bisa terjadi jika tidak ada pihak
yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk
bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu. Semua pihak mau saling
mendengarkan.
Praktik
masyarakat belajar terwujud dalam:
(a) Pembentukan
kelompok kecil
(b) Pembentukan
kelompok besar
(c) Mendatangkan
‘ahli’ ke kelas (tokoh, olahragawan, dokter, petani, polisi, dan lainnya)
(d) Bekerja
dengan kelas sederajat
(e) Bekerja
kelompok dengan kelas di atasnya
(f) Bekerja
dengan masyarakat
Penerapan
prinsip masyarakat belajar di dalam proses pembelajaran dapat mengembangkan
berbagai karakter, antara lain kerjasama, menghargai pendapat orang lain,
santun, demokratis, patuh pada turan sosial, dan tanggung jawab.
e.
Pemodelan
(Modeling)
Pemodelan
adalah proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja, dan
belajar. Pemodelan tidak jarang memerlukan peserta didik untuk berpikir dengan
mengeluarkan suara keras dan mendemonstrasikan apa yang akan dikerjakan peserta
didik. Pada saat pembelajaran, sering guru memodelkan bagaimana agar peserta
didik belajar. Guru menunjukkan bagaimana melakukan sesuatu untuk mempelajari sesuatu yang baru. Guru
bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan peserta
didik.
Contoh
praktik pemodelan di kelas:
a) Guru
Penjas mendemonstrasikan berbagai bentuk tendangan bola di depan kelas, lalu
peserta didik diminta mengidentifikasi jenis-jenis tendangan, perkenaan kaki
dengan bola dan arah bola
b) Guru
Penjas meminta seorang peserta didik untuk mendemonstrasikan teknik gerakan
pasing bawah permainan bola voli, peserta didik lainnya diminta untuk
mengidentifikasi sikap atau gerakan yang mendukung dalam melakukan pasing
bawah.
Pemodelan
dalam pembelajaran antara lain dapat menumbuhkan rasa ingin tahu, menghargai
orang lain, dan rasa percaya diri.
f.
Refleksi
(Reflection)
Refleksi
dilakukan agar peserta didik memikirkan kembali apa yang telah mereka pelajari
dan lakukan selama proses pembelajaran untuk membantu mereka menemukan makna
personal masing-masing. Refleksi biasanya dilakukan pada akhir pembelajaran
antara lain melalui diskusi, tanya-jawab, penyampaian kesan dan pesan, menulis
jurnal, saling memberi komentar karya, dan catatan pada buku harian.
Refleksi
dalam pembelajaran antara lain dapat menumbuhkan kemampuan berfikir logis dan
kritis, mengetahui kelebihan dan kekurangan diri sendiri, dan menghargai
pendapat orang lain.
g.
Penilaian
otentik (Authentic assesment)
Penilaian
autentik sesungguhnya adalah suatu istilah yang diciptakan untuk menjelaskan
berbagai metode penilaian alternatif. Berbagai metode tersebut memungkinkan
peserta didik dapat mendemonstrasikan kemampuannya untuk menyelesaikan
tugas-tugas, memecahkan masalah, atau mengekspresikan pengetahuannya dengan
cara mensimulasikan situasi yang dapat ditemui di dalam dunia nyata di luar lingkungan
sekolah. Berbagai simulasi tersebut semestinya dapat mengekspresikan prestasi (performance)
yang ditemui di dalam praktek dunia nyata seperti tempat kerja. Penilaian
autentik seharusnya dapat menjelaskan bagaimana peserta didik menyelesaikan
masalah dan dimungkinkan memiliki lebih dari satu solusi yang benar. Strategi
penilaian yang cocok dengan kriteria yang dimaksudkan adalah suatu kombinasi
dari beberapa teknik penilaian.
Penilaian autentik dalam pembelajaran dapat
mengembangkan berbagai karakter antara lain kejujuran, tanggung jawab,
menghargai karya dan prestasi orang lain, kedisiplinan, dan cinta ilmu.
(Kemdiknas, 2011).
No comments:
Post a Comment