Semua orang yang pernah mengenyam pendidikan, baik saat di Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), bahkan di Perguruan Tinggi (PT) pernah megalami apa itu belajar Pendidikan Jasmani walaupun dengan perbedaan nama. Karena Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani selalu mengalami perubahan nama seiring disempurnakannya kurikulum pembelajaran. Tetapi pada hakekatnya inti dari pendidikan jasmani adalah sama, yaitu pendidikan yang dilakukan melalui pemanfaatan aktivitas fisik atau gerak. Dan inilah yang membedakan Pendidikan Jasmani dengan mata pelajaran lainnya.
Pendidikan
Jasmani merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional yang
memanfaatkan aktivitas jasmani yang direncanakan secara sistematik bertujuan
untuk meningkatkan individu secara organik, neuromuskuler, perceptual,
kognitif, sosial, dan emosional.
Tidak ada pendidkan tanpa Pendidikan
Jasmani, karena merupakan bagian yang tak terpisahkan dari system pandidikan
nasional, oleh karena itu sebagai salah satu kelompok mata pelajaran yang wajib
diberika di sekolah dasar dan menengah, maka proses pembelajaran yang dilakukan
harus mampu menunjang dalam mewujudkan tujuan pendidikan secara nasional.
Pemeritah sudah menyadari
benar tentang pentingnya kedudukan mata pelajaran Pendidikan Jasmani di sekolah
dalam upaya turut membentuk karakter sebuah bangsa. Maka tidaklah berlebihan
jika pengajaran kesehatan dan olahraga yang kini dikenal dengan Pendidikan
Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (PJOK) diatur sebaik-baiknya agar menghasilkan
kecerdasan rakyat yang harmonis, yang mampu membantu pertumbuhan dan perkembangan
secara seimbang antara jasmani dan rohani. (Mudyahardjo, 2001).
Sebagaimana kita ketahui
bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pola hidup manusia
dari tahun ke tahun senantiasa berubah. Oleh karena itu agar pendidikan yang dilaksanakan
harus mampu menjembatani dan sesuai dengan kondisi lingkungan sosial maupun
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Maka atas dasar itulah kurikulum
senantiasa mengalami perubahan atau penyempurnaan
Apapun kurikulumnya, maka
harus dapat memberikan yang terbaik bagi warga belajar sehingga mereka mampu
mencapai tujuan pendidikan pada setiap jenjangnya. Pengajaran yang terkait
dengan kurikulum manggariskan bahwa setiap rencana pengajaran (kurikulum) pada
setiap jenjang pendidikan hendaknya:
1.
Meningkatkan kesadaran bernegara dan
bermasyarakat;
2.
Meningkatkan pendidikan jasmani; dan
3.
Meningkatkan pendidikan watak.
Kapanpun kurikulum berubah, sebenarnya
intinya adalah bagaimana memanfaatkan kurikulum tersebut agar terjadi proses
perubahan pada peserta didik, baik sikap, pengetahuan maupun keterampilan.
Salah satu upaya yang sangat
penting adalah bagaimana kurikulum yang disusun sebagai landasan operasional
pembelajaran di sekolah mampu menyesesuaikan dengan kebutuhan khususnya peserta
didik, baik dari aspek pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental maupun perkembangan gerak (motor development). Sebab tidak menutup
kemungkinan kurikulum yang disusun tidak sejalan dengan kondisi peserta didik
di lapangan.
Aktivitas gerak yang terkandung dalam aspek permainan dan
olahraga, aktivitas pengembangan kebugaran jasmani, senam, aquatik, dan
pendidikan kesehatan harus mampu dimanfaatkan dalam mencapai tujuan
pembelajaran dengan baik.
Seorang pendidik harus mampu
menjadi fasilitator dan mediator dalam pembelajaran melalui berbagai macam
(aneka) pengalaman gerak kepada peserta didik. Sebagai titik tolak aktivitas
pembelajaran yang akan dilakukan pendidik, maka harus mengetaui bekal awal atau
kemampuan dasar setiap peserta didik, sehingga akan mambantu dalam menyusun
rancangan aktivitas pembelajaran yang akan dilakukan. Bekal ajar dimaksud
meliputi bekal aspek pengetahuan, bekal awal aspek sikap, dan bekal awal aspek
keterampilan.
Belajar
gerak atau disebut motor learning pada prinsipnya sama dengan konsep belajar pada
umumnya. Menurut menurut Skinner, sebagai mana yang dikutip
oleh Surya (1992), bahwa belajar adalah proses adaptasi tingkah laku secara
progresif. Sejalan dengan pendapat di atas, Rusli Lutan (2000), mengatakan
bahwa belajar adalah perubahan prilaku sebagai hasil dari pengalaman, bukan
karena pengaruh keturunan atau kematangan.
Belajar gerak merupakan studi
tentang proses keterlibatan dalam memperoleh atau menyempurnakan keterampilan
gerak yang sangat terkait dengan latihan dan pengalaman serta dipengaruhi oleh
berbagai bentuk latihan, pengalaman atau situasi belajar pada gerak manusia.
(Ma’mun dan Saputra dalam http://file.upi.edu/Direktori/
Perkembangan gerak.
Belajar
Gerak harus dapat dilakukan manusia dengan menganalisa setiap unsur pendukung
gerak, antara lain otot, rangka dan syaraf sehingga ketiga unsur pembangun
geraka tersebut dapat secara bersama-sama membangun gerakan sesuai yang diinginkan oleh pelaksana gerak.
Selanjutnya gerakan yang dilakukan akan menuntun manusia melalui pelaksana gerak
yang dapat dilakukan secara efektif dan efisien pada setiap gerakan dalam
kehidupan sehari-hari kuhusnya ketika melakukan oktivitas olahraga.
Pembelajaran
gerak dibagi menjadi beberapa tahapan, hal ini sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Fitts dan Posner. Dimana tahapan pembelajaran gerak dibagi ke
dalam tiga tahapan antara lain:
1.
Tahap Kognisi
Dalam tahapan/fase ini, peserta didik pertama kali diperkenalkan pada keterampilan
motorik baru dan tugas utamanya adalah untuk mengembangkan pemahaman tentang
persyaratan gerakan. (Cooker, 2004:98). Selama
tahapan ini, anak-anak mengembangkan fungsi kognisinya yang akhirnya akan
menghasilkan pemikiran logis dan penyusunan konsep.
Keterampilan gerak
pada tahap ini ditandai oleh beberapa
kesalahan dan kesalahan tersebut yang sangat bervariasi yang menunjukkan
kurangnya konsistensi dari suatu percobaan ke percobaan lainnya, dan meskipun
siswa mungkin menyadari bahwa mereka melakukan sesuatu yang salah, mereka
umumnya tidak tahu apa yang harus mereka lakukan untuk memperbaiki
penampilannya tersebut.
Dalam fase ini guru punya
peran penting dalam mengetahui dan mengoreksi kesalahan- kesalahan yang
terjadi pada siswa.
2.
Tahap Asosiasi
Tahap ini
disebut tahap penyempurnaan dimana siswa lebih memfokuskan diri terhadap
keterampilan yang dipelajarinya agar berhasil dan menjadi lebih konsisten, hal
ini diperoleh dari hasil
percobaan-percobaan yang telah dilakukan.
Selama tahap ini variabilitas penampilan
berkurang serta siswa memiliki kemampuan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi
beberapa kesalahan yang dilakukan.(Magill, 2011).
Setelah mencoba banyak strategi gerakan yang
mungkin, siswa pada tahap ini akan berkomitmen untuk menyempurnakan satu pola
gerakan tertentu. Penampilannya menjadi lebih konsisten, dengan kesalahan lebih
berkurang dan sedikit. Pada tahap ini, siswa menjadi semakin mampu tidak hanya
mendeteksi penyebab kesalahan, tetapi juga untuk mengembangkan strategi yang
tepat untuk mengurangi kesalahan-kesalahan yang sebelumnya sering dilakukan.
3.
Tahap Otomatisasi
Tahap otomastiasasi merupakan tahap akhir. Pada tahap otomatisasi ini siswa
akan mengalami banyak tugas dan akan lebih memfokuskan diri dalam mengambil
keputusan-keputusan yang sifatnya strategis.
Tahap ini ditandai dengan penampilan
gerak siswa menjadi semakin konsisten, efektif dan efisien, percaya diri, serta
membuat sedikit kesalahan dan biasanya dapat mendeteksi dan memperbaiki
kesalahan yang terjadi secara mandiri. Pada tahap ini siswa secara tidak sadar
berpikir tentang karakteristik gerakan khusus dari apa yang mereka
lakukan saat melakukan keterampilan, karena mereka bisa menjalankannya tanpa
berpikir secara sadar.
Untuk menguasai tahapan
ini perlu mendapatkan latihan yang serius, dan tugas pendidik serta pelatih
sangat besar, karena tahapan ini perlu mendapatkan perhatian saat melakukan
latihan sehingga lama kelamaan dengan latihan yang konsisten akan menghasilkan
tahapan otomatisasi tersebut sebagai puncak tertinggi dari tujuan belajar gerak.
Untuk itu pendidik dan pelatih perlu merancang program latihan yang baik
sehingga dapat mendeteksi dan mengoreksi kesalahan-kesalahan yang terjadi saat
latihan
Berdasarkan
paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan jasmani yang diberikan di
sekolah melalui pemberian pengalaman bemacam-macam gerakan yang dilakukan dalam
kegiatan pembelajaran, harus dapat menjembatani peserta didik dalam mewujudkan
tujuan pembalajaran mereka khususnya dalam mencapai Standar Kompetensi (SK) atau
Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) yang telah ditentukan sehingga
pada akhir jenjang pendidikan mereka dapat meraih nilai atau penguasaan materi
sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang telah ditetapkan.
Setiap
pemberian pengalaman gerak yang dilaksanakan (pembelajaran) harus senantiasa sesuai
dengan periode, fase dan tahap perkembangan gerak. Dengan demikian gerakan yang
diberikan sesuai dengan usia perkembangan peserta didik, artinya materi
pelajaran (gerakan) yang diberikan tidak terlalu sulit atau pun tidak terlalu
mudah. Jika hal ini sesuai dengan periode, fase dan tahap masa dimana peserta
didik berada, maka materi tersebut akan bermakna bagi mereka.
Anak usia sekolah misalnya (SMP), jika dilihat daari teori perkembangan gerak berada pada periode usia 14 tahun, fase gerak spealisasi (specialized) dan tahap pemanfaatan gerak seumur hidup (lifelong utilization Stage). Tahap ini merupakan tahap tertinggi dari perkembangan gerak dan akan terus berlanjut selama proses kehidupan menjadi gerak yang lebih efektif dan efisien serta tercapai gerak yang otomatis jika terus diberikan pengalaman gerak secar teratur, terstruktur, terus menerus dan progresif.
No comments:
Post a Comment