Mari Berbagi...dan Memberi....

2020-07-02

Pendidikan Jasmani adalah Pendidikan Melalui Gerak

| 2020-07-02

Gerak dan Pendidikan Jasmani

Semua orang yang pernah mengenyam pendidikan, baik saat di Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), bahkan di Perguruan Tinggi (PT) pernah megalami apa itu belajar Pendidikan Jasmani walaupun dengan perbedaan nama. Karena Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani selalu mengalami perubahan nama seiring disempurnakannya kurikulum pembelajaran. Tetapi pada hakekatnya inti dari pendidikan jasmani adalah sama, yaitu pendidikan yang dilakukan melalui pemanfaatan aktivitas fisik atau gerak. Dan inilah yang membedakan Pendidikan Jasmani dengan mata pelajaran lainnya.

Pendidikan Jasmani merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional yang memanfaatkan aktivitas jasmani yang direncanakan secara sistematik bertujuan untuk meningkatkan individu secara organik, neuromuskuler, perceptual, kognitif, sosial, dan emosional.

Tidak ada pendidkan tanpa Pendidikan Jasmani, karena merupakan bagian yang tak terpisahkan dari system pandidikan nasional, oleh karena itu sebagai salah satu kelompok mata pelajaran yang wajib diberika di sekolah dasar dan menengah, maka proses pembelajaran yang dilakukan harus mampu menunjang dalam mewujudkan tujuan pendidikan secara nasional.

Pemeritah sudah menyadari benar tentang pentingnya kedudukan mata pelajaran Pendidikan Jasmani di sekolah dalam upaya turut membentuk karakter sebuah bangsa. Maka tidaklah berlebihan jika pengajaran kesehatan dan olahraga yang kini dikenal dengan Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (PJOK) diatur sebaik-baiknya agar menghasilkan kecerdasan rakyat yang harmonis, yang mampu membantu pertumbuhan dan perkembangan secara seimbang antara jasmani dan rohani. (Mudyahardjo, 2001).

Sebagaimana kita ketahui bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pola hidup manusia dari tahun ke tahun senantiasa berubah. Oleh karena itu agar pendidikan yang dilaksanakan harus mampu menjembatani dan sesuai dengan kondisi lingkungan sosial maupun perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Maka atas dasar itulah kurikulum senantiasa mengalami perubahan atau penyempurnaan

Apapun kurikulumnya, maka harus dapat memberikan yang terbaik bagi warga belajar sehingga mereka mampu mencapai tujuan pendidikan pada setiap jenjangnya. Pengajaran yang terkait dengan kurikulum manggariskan bahwa setiap rencana pengajaran (kurikulum) pada setiap jenjang pendidikan hendaknya:

1.    Meningkatkan kesadaran bernegara dan bermasyarakat;

2.    Meningkatkan pendidikan jasmani; dan

3.    Meningkatkan pendidikan watak.

Kapanpun kurikulum berubah, sebenarnya intinya adalah bagaimana memanfaatkan kurikulum tersebut agar terjadi proses perubahan pada peserta didik, baik sikap, pengetahuan maupun keterampilan.

Salah satu upaya yang sangat penting adalah bagaimana kurikulum yang disusun sebagai landasan operasional pembelajaran di sekolah mampu menyesesuaikan dengan kebutuhan khususnya peserta didik, baik dari aspek pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental  maupun perkembangan gerak (motor development). Sebab tidak menutup kemungkinan kurikulum yang disusun tidak sejalan dengan kondisi peserta didik di lapangan.

Aktivitas gerak  yang terkandung dalam aspek permainan dan olahraga, aktivitas pengembangan kebugaran jasmani, senam, aquatik, dan pendidikan kesehatan harus mampu dimanfaatkan dalam mencapai tujuan pembelajaran dengan baik.

Seorang pendidik harus mampu menjadi fasilitator dan mediator dalam pembelajaran melalui berbagai macam (aneka) pengalaman gerak kepada peserta didik. Sebagai titik tolak aktivitas pembelajaran yang akan dilakukan pendidik, maka harus mengetaui bekal awal atau kemampuan dasar setiap peserta didik, sehingga akan mambantu dalam menyusun rancangan aktivitas pembelajaran yang akan dilakukan. Bekal ajar dimaksud meliputi bekal aspek pengetahuan, bekal awal aspek sikap, dan bekal awal aspek keterampilan.

Belajar gerak  atau disebut motor learning pada prinsipnya sama dengan konsep belajar pada umumnya. Menurut menurut Skinner, sebagai mana yang dikutip oleh Surya (1992), bahwa belajar adalah proses adaptasi tingkah laku secara progresif. Sejalan dengan pendapat di atas, Rusli Lutan (2000), mengatakan bahwa belajar adalah perubahan prilaku sebagai hasil dari pengalaman, bukan karena pengaruh keturunan atau kematangan.

Belajar gerak merupakan studi tentang proses keterlibatan dalam memperoleh atau menyempurnakan keterampilan gerak yang sangat terkait dengan latihan dan pengalaman serta dipengaruhi oleh berbagai bentuk latihan, pengalaman atau situasi belajar pada gerak manusia. (Ma’mun dan Saputra dalam http://file.upi.edu/Direktori/ Perkembangan gerak.

Belajar Gerak harus dapat dilakukan manusia dengan menganalisa setiap unsur pendukung gerak, antara lain otot, rangka dan syaraf sehingga ketiga unsur pembangun geraka tersebut dapat secara bersama-sama membangun gerakan  sesuai yang diinginkan oleh pelaksana gerak. Selanjutnya gerakan yang dilakukan akan menuntun manusia melalui pelaksana gerak yang dapat dilakukan secara efektif dan efisien pada setiap gerakan dalam kehidupan sehari-hari kuhusnya ketika melakukan oktivitas olahraga.  

Pembelajaran gerak dibagi menjadi beberapa tahapan, hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Fitts dan Posner. Dimana tahapan pembelajaran gerak dibagi ke dalam tiga tahapan antara lain: 

1.     Tahap Kognisi

Dalam tahapan/fase ini, peserta didik pertama kali diperkenalkan pada keterampilan motorik baru dan tugas utamanya adalah untuk mengembangkan pemahaman tentang persyaratan gerakan. (Cooker, 2004:98).  Selama tahapan ini, anak-anak mengembangkan fungsi kognisinya yang akhirnya akan menghasilkan pemikiran logis dan penyusunan konsep.

Keterampilan gerak pada  tahap ini ditandai oleh beberapa kesalahan dan kesalahan tersebut yang sangat bervariasi yang menunjukkan kurangnya konsistensi dari suatu percobaan ke percobaan lainnya, dan meskipun siswa mungkin menyadari bahwa mereka melakukan sesuatu yang salah, mereka umumnya tidak tahu apa yang harus mereka lakukan untuk memperbaiki penampilannya tersebut.

Dalam fase ini guru punya peran penting  dalam mengetahui  dan mengoreksi kesalahan- kesalahan yang terjadi pada siswa.

  

2.     Tahap Asosiasi

Tahap ini  disebut tahap penyempurnaan dimana siswa lebih memfokuskan diri terhadap keterampilan yang dipelajarinya agar berhasil dan menjadi lebih konsisten, hal ini diperoleh  dari hasil percobaan-percobaan yang telah dilakukan.

Selama tahap ini variabilitas penampilan berkurang serta siswa memiliki kemampuan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi beberapa kesalahan yang dilakukan.(Magill, 2011).

Setelah mencoba banyak strategi gerakan yang mungkin, siswa pada tahap ini akan berkomitmen untuk menyempurnakan satu pola gerakan tertentu. Penampilannya menjadi lebih konsisten, dengan kesalahan lebih berkurang dan sedikit. Pada tahap ini, siswa menjadi semakin mampu tidak hanya mendeteksi penyebab kesalahan, tetapi juga untuk mengembangkan strategi yang tepat untuk mengurangi kesalahan-kesalahan yang sebelumnya sering dilakukan.

3.     Tahap Otomatisasi

Tahap otomastiasasi merupakan tahap akhir. Pada tahap otomatisasi ini siswa akan mengalami banyak tugas dan akan lebih memfokuskan diri dalam mengambil keputusan-keputusan yang sifatnya strategis.

Tahap ini ditandai dengan penampilan gerak siswa menjadi semakin konsisten, efektif dan efisien, percaya diri, serta membuat sedikit kesalahan dan biasanya dapat mendeteksi dan memperbaiki kesalahan yang terjadi secara mandiri. Pada tahap ini siswa secara tidak sadar berpikir  tentang karakteristik gerakan khusus dari apa yang mereka lakukan saat melakukan keterampilan, karena mereka bisa menjalankannya tanpa berpikir secara sadar.

Untuk menguasai tahapan ini perlu mendapatkan latihan yang serius, dan tugas pendidik serta pelatih sangat besar, karena tahapan ini perlu mendapatkan perhatian saat melakukan latihan sehingga lama kelamaan dengan latihan yang konsisten akan menghasilkan tahapan otomatisasi tersebut sebagai puncak tertinggi dari tujuan belajar gerak. Untuk itu pendidik dan pelatih perlu merancang program latihan yang baik sehingga dapat mendeteksi dan mengoreksi kesalahan-kesalahan yang terjadi saat latihan

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan jasmani yang diberikan di sekolah melalui pemberian pengalaman bemacam-macam gerakan yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran, harus dapat menjembatani peserta didik dalam mewujudkan tujuan pembalajaran mereka khususnya dalam mencapai Standar Kompetensi (SK) atau Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) yang telah ditentukan sehingga pada akhir jenjang pendidikan mereka dapat meraih nilai atau penguasaan materi sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang telah ditetapkan. 

Setiap pemberian pengalaman gerak yang dilaksanakan (pembelajaran) harus senantiasa sesuai dengan periode, fase dan tahap perkembangan gerak. Dengan demikian gerakan yang diberikan sesuai dengan usia perkembangan peserta didik, artinya materi pelajaran (gerakan) yang diberikan tidak terlalu sulit atau pun tidak terlalu mudah. Jika hal ini sesuai dengan periode, fase dan tahap masa dimana peserta didik berada, maka materi tersebut akan bermakna bagi mereka.

Anak usia sekolah misalnya (SMP), jika dilihat daari teori perkembangan gerak berada pada periode usia 14 tahun, fase gerak spealisasi (specialized) dan tahap pemanfaatan gerak seumur hidup (lifelong utilization Stage). Tahap ini merupakan tahap tertinggi dari perkembangan gerak dan akan terus berlanjut selama proses kehidupan menjadi gerak yang lebih efektif dan efisien serta tercapai gerak yang otomatis jika terus diberikan pengalaman gerak secar teratur, terstruktur, terus menerus dan progresif.

Related Posts

No comments:

Post a Comment