Keberhasilan menciptakan sumber daya manusia yang unggul akan sangat banyak bergantung kepada bagai mana proses dan upaya-upaya yang dilakukan ke arah tersebut. Proses yang dimaksud adalah menjadikan sekolah sebagai agen perubah (social agen) yang mampu menjalakan tugas dan fungsinya sebagi sebuah lembaga penyelenggara pendidikan formal pada setiap jenjang pendidikan, baik dasar, menengah, maupun perguruan tinggi. Untuk menghasilkan out put pendidikan yang berkualitas, diantaranya ditentukan oleh bagaimana proses penyelenggaraan pendidikan di setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu pelaksanaan pendidikan harus dikelola secara profesional oleh pendidik dan tenaga kependidikan serta stakeholder yang langsung mapupun tidak langsung berkepentingan dalam dunia pendidikan.
Pada tataran ini peran guru sebagai pendidik menjadi sangat dominan dalam mewujudkan lulusan (out come) yang memiliki keunggulan sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan masing-masing satuan pendidikan. Pemerintah sejak awal tahun 2005-an telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk meningkatkan mutu pendidikan terutama tentang guru, salah satunya adalah meningkatkan alokasi anggaran bidang pendidikan sebesar 20% dari APBN termasuk didalamnya alokasi tunjangan profesi atau “sertifikasi” yang besarnya sama dengan satu kali gaji. Melalui pemberian tunjangan ini diharapkan kinerja dan kompetensi guru meningkat sebagai prasarat dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Berdasarkan Undang undang Nomor 20 Tahun 2003,
tentang Guru dan Dosen, Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2007 tentang Guru, dan
Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Stadar Kompetensi Pendidik, telah sangat
jelas digambarkan mengenai tugas dan kewajiban pendidik.
Selain itu, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53
Tahun 2010 Tentang Pedoman dan Penilaian Guru, bahwa masa kerja guru adalah 60
tahun. Yang menjadi pertanyaan adalah produktifkah guru sebagai pendidik
professional hingga usia tersebut?
Pergeseran Paradigma
Beberapa pekan lalu guru telah melakukan hari ulang tahunnya yang ke 68.
Asosiasi profesi guru ini lahir pada tanggal 25 November 1945 yang ditetapkan
berdasarkan Keputusan Presiden No 78 Tahun 1994.
Organia sasi profesi guru berdiri secara resmi tahun 1945, namun
sebenarnya pekerjaan guru telah dilakukan manusia jauh sebelum itu, dan sejak
itu pula manusia senantiasa membutuhkan seorang guru atau pembimbing atau
penasehat yang bertugas membimbing, dan mengarahkan serta mengajarkan kepada
murid-muridnya tentang ilmu yang dimilikinya. Dalam konteks ini, murid secara
otomatis akan selalu bersedia dan nganut serta taat kepada guru, termasuk dengan
segala konsekuensinya, sehingga munculah kemudian istilah “maha guru”, guru masa ini sangat terpercaya akan segala kemampuan
dan disegani oleh setiap muridnya, selanjutnya murid terbaik biasanya akan
menggantikan gurunya kelak untuk kelangsungan kelompok atau suatu perguruan
tertentu.
Sejarah guru Indonesia tak terlepas dari sosok seorang tokoh pendidikan
yakni Ki Hajar Dewantara dengan ajaran kepemimpinannya yang saat ini masih
relevan dan menjadi simbol pendidikan di tanah air, yakni “Ing Ngarso Sung Tulodo,
Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani”.
Sejak pemerintahan Orde Lama maupun Orde Baru pemerintah senantiasa
memfokuskan terhadap pembangunan sumberdaya manusia, dan salah satunya bidang
pendidikan yang di dalamnya termasuk guru. Seiring perkembangan zaman,
kebutuhan dan pola hidup serta interaksi sosial, pekerjaan guru mulai terkikis
dan tak lagi diminati masyarakat pencari kerja, salah satu penyebabnya adalah
rendahnya upah atau gajih yang diterima, jauh dibawah profesi lainnya seperti
pengacara, dokter, dan lain-lain. oleh karena itu, pada masa ini tak heran apabila
banyak sarjana lulusan perguruan tinggi tidak menjadikan guru sebagai tujuan
utama dalam profesinya, kalaupun terjadi, itu hanya merupakan sebuah “batu loncatan“ atau sasaran antara
sebelum mendapatkan pekerjaan lain yang menurutnya lebih layak dan sesuai
cita-cita.
Masa sebelum tahun 2005-an (sebelum turun UU Nomor 14 Tahun 2005 Tentang
Guru dan Dosen), masih sangat sedikit guru yang hidup “layak”, maka tak mengherankan banyak guru yang menuntut kerja
tambahan untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari, misalnya dengan
mencari jam tambahan di sekolah lain, atau bahkan “ngompreng” alias menarik angkutan kota atau ojeg kendaraan
bermotor.
Kini pandangan masyarakat akan profesi guru mulai berubah. Perubahan ini
salah satunya diakibatkan karena kebijakan pemerintah terutama dengan lahirnya
UU Nomor 20, Tahun 2003 dan UU Nomor 14
Tahun 2005 yang memberikan harapan baru kepada pendidik untuk hidup lebih layak
dan bermartabat.
Berdasarkan data hasil penelitian yang dilakukan oleh
Balitbang Depdiknas terhadap mahasiswa PGSD, pendidikan Matematika, matematika,
Pendidikan Bahasa Inggris dan Bahasa Inggris bahwa minat masyarakat untuk
menjadi guru mulai meningkat secara signifikan ketika kebijakan tentang
sertifikasi mulai diberlakukan. Dan mereka memandang bahwa pekerjaan guru
merupakan profesi yang mulia dan terhormat, menarik dan menyenangkan. Namun
pemberian dana sertifikasi yang diberikan kepada guru belum mampu meningkatkan
kualitas input. (Balitbang Depdiknas, 2010)
Kedepan pergeseran animo masyarakat terhadap profesi guru akan sangat
berperan dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia khususnya bidang
pendidikan, karena orang-orang akan memilih profesi terhormat ini untuk menjadi
pilihan utama dalam meniti karirnya. Semakin tinggi daya saing dalam pendidikan
keguruan, akan menuntut seleksi yang makin ketat untuk menentukan siapa yang
patut dan layak menjadi calon pendidik tersebut, dan hal ini tentu diharapkan
akan berdampak pula pada kompetensi calon pendidik tersebut dalam menjalankan
karirnya kelak.
Guru Sebagai Pprofesi
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah.
Guru merupakan sebuah
pekerjaan profesional. Oleh karena itu tidak semua orang dapat melakukannya
karena harus melalui pendidikan khusus. Profesional berasal dari kata profesi
yang mempunyai makna menunjuk pada suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut
keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan pada pekerjaan itu (Suparlan, 2006). Menurut
beliau, setidaknya ada lima hal suatu pekerjaan dapat
disebut sebagai sebuah profesi, yaitu:
(1) Adanya pengakuan oleh masyarakat dan pemerintah mengenai bidang
layanan tertentu, dan hanya dapat dilakukan oleh mereka yang mempunyai keahlian
tertentu pula; (2) Bidang ilmu pengetahuan yang menjadi landasan teknik dan
prosedur kerja yang unik yang memeliki karakteristik yang berbeda dengan bidang
pekerjaan lainnya; (3) Memerlukan proses persiapan yang sengaja dan sistematis
sebelum orang mengerjakan professional tersebut; (4) Memiliki mekanisme yang
diperlukan untuk melakukan seleksi secara efektif. Sehingga hanya merekalah
yang benar-benar kompetitif yang diperkenankan melaksanakan bidang tersebut;
(5) Memiliki organisasi profesi yang dapat melindungi anggotanya, serta berfungsi
untuk menyakinkan pihak lain yang terkait bahwa para anggota profesi tersebut
dapat menyelenggarakan layanan keahlian yang terbaik.
Sedangkan menurut Undang Undang Nomor 20 Tahun 2005
Tentang Sisdiknas, Pasal 7, Ayat 1, bahwa Profesi guru dan profesi dosen
merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai
berikut: (a) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; (b) memiliki
komitmen untuk meningkatkan mutu
pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; (c) memiliki kualifikasi
akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; (d) memiliki
kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; (e) memiliki tanggung
jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; (f) memperoleh penghasilan yang
ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; (g) memiliki kesempatan untuk
mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang
hayat; (h) memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan; dan (i) memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan
mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan. Selain itu, untuk
menjadi guru profesional, maka seorang guru harus memiliki kualifikasi Akademik
minimal S-1 atau D IV serta memiliki kompetensi, yaitu profesional, kompetensi
pedagogik, sosial, l dan kepribadian (UU Nomor 20 Th 2003, Pasal 8).
Jadi profesi merupakan serangkaian pekerjaan yang hanya dapat dilakukan
melalui pendidikan khusus, serta melalui pekerjaannya ia dapat hidup layak dan
bermartabat. Sangat jelas bahwa menjadi guru yang profesional menuntut pelakunya
untuk mempersiapkan diri jauh-jauh hari sebelumnya, dan dilakukan dengan
sungguh-sungguh.
Menjadi guru tidaklah semudah apa yang orang bayangkan, selain beban
yang cukup berat, juga sederetan persyaratan harus dimiliki untuk menjadi pendidik
profesional.
Guru yang Produktif
Pemberian tunjangan profesi kepada guru diharapkan mampu memotivasi
kinerja guru sebagai ujung tombak pendidikan di lapangan. Guru memiliki tugas
dan kewajiban merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang
bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; meningkatkan dan
mengembangkan kualifikasi
akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni; bertindak objektif dan tidak diskriminatif
atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik
tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik
dalam pembelajaran; menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan
kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan
bangsa.
Dalam melaksanakan tugasnya guru harus mampu menjadi pendidik, pelatih,
pembina, membangkitkan motivasi, melakukan penilaian dan evaluasi terhadap
pembelajaran yang telah dilaksanakan. Selama kegiatan pembelajaran di kelas
kemampuan manajemen kelas merupakan prasyarat untuk membangkitkan minat dan
motivasi siswa untuk berkarya, berperan serta, mengeluarkan gagasan, ide, dan
partisipasi lainnya.
Tugas dan kewajiban guru tidaklah sedikit, minimal 24 jam tatap muka
pada setiap minggunya, dan rutinitas tersebut harus mampu dilakukan guru setiap
hari secara optimal. Yang menjadi pertanyaan adalah mungkinkan kemampuan guru
dalam melaksanakan tugasnya selalu disertai semangat, dedikasi, tanggung jawab,
loyalitas hingga diusia purna?
Pertanyaan ini didasari bahwa masa kerja guru hinga 60 tahun, jauh
melebihi masa usia kerja produktif antara 15 – 45 tahun. Nampaknya tidak semua
orang selalu konstan dalam melaksanakan tugasnya dari masa kerja nol tahun
hingga usia purna. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman di lapangan usia
berbanding terbalik dengan prestasi kerja, artinya semaikin bertambah usia,
maka prestasi kerja semakin menurun. Hal ini dibuktikan berdasarkan hasil
penelitian Balitbang Depdiknas bahwa pemberian tunjangan profesi dan usia tidak
berpengaruh terhadap prestasi kerja atau peningkatan mutu pendidikan.
Masa bakti pegawai khususnya tenaga fungsional guru
hingga usia 60 tahun merupakan sebuah kelemahan dalam regulasi sistem
kepegawaian negara, karena disadari atau tidak produktifitas kerja pada usia
senja akan menurun.
Secara keilmuan, guru yang lanjut usia penguasaan
keilmuan dan pengalaman makin matang, tetapi dalam implementasinya cenderung
tidak optimal, karena tugas guru tidak hanya mentransfer ilmu kepada anak didik,
akan tetapi lebih banyak tugas lainnya yang harus dilakukan baik di dalam
maupun di luar kelas, yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
Kesimpulan
Guru sebagai pendidik memegang peranan yang sangat
penting dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Indonesia dalam
menghadapi tatanan kehidupan global. Keberhasila pendidikan merupakan salah
satu indikator keberhasilan pembangunan di tanah air.
Kehidupan profesi guru yang mulai mengalmi pergeseran
positif merupakan pertanda baik, karena diharapkan akan membangkitkan motivasi
bagi semua orang untuk menjadi tenaga pendidik (guru).
Peran guru sekarang dan masa mendatang tidak akan
pernah terhenti selama dunia masih berputar. Oleh karena, itu kompetensi sebagai
pendidik harus senantiasa dikembangkan
dan ditingkatkan dengan selalu menunjukkan semangat dan dedikasi yang tinggi
sebagai loyalis abdi negara yang profesional sekalipun memasuki masa purna.
Catatan: diambil dari berbagai sumber.
No comments:
Post a Comment