Bagi anak sekolah yang Belajar Dari Rumah (BDR)
saat ini sudah memasuki bulan ke dua. Keadaan ini sudah tentu akan berdampak
kepada banyak faktor, terutama kepada obyek belajar yaitu siswa.
Sistem belajar dari rumah melalui daring atau
pun dilakukan secara tradisional, misalnya melalui pemberian tugas, bahan
bacaan, latihan soal, dan lain-lain sedikit banyaknya tentu akan mengundang
rasa bosan atau jenuh bagi siswa, apalagi jika proses pembelajaran berlangsung
monoton dan cenderung membosankan ditambah dengan porsi belajar yang berlebihan
dan banyak tekanan, keadaan ini khawatir menurunkan imunitas mereka yang
seharusnya dijaga dan tingkatkan.
Sebagai mana kita ketahui, bahwa masa usia
sekolah adalah masanya bermain, dan masa bersosialisasi dengan teman sebayanya. Kita dapat bayangkan
bagimana kondisi sosial emosional anak saat belama-lama berada di rumah dengan
pembatasan sosial yang diberlakukan.
Oleh karena itu, sudah selayaknya sebagai orang
dewasa semua komponen (orang tua, guru/sekolah/pemerintah, dan masyarakat)
memberikan pelayanan terbaik kepada semua anak.
Tiga Poros
Keberhasilan Pendidikan
Kita masih ingat apa yang dikatakan oleh R.M. Suwardi Suryadiningrat
atau yang populer Ki Hajar Dewantara, bahwa “di dalam hidupnya
anak-anak adalah tiga tempat pergaulan yang menjadi pusat pendidikan yang amat
penting baginya, yaitu alam keluarga, alam perguruan dan alam pergerakan pemuda
(masyarakat)”. (Ahmadi, 2004).
Buah pikiran atau ajaran Ki Hajar Dewantara menjadi dasar bagi
perkembangan pendidikan di tanah air, bahkan semboyan “tut wuri andayani”, yang berarti mengikuti di belakang seraya memberi
dorongan semangat menjadi “motto” Departemen Pendidikan dan Kebudayaan melalui Ketetapan MPR RI Nomor
II/MPR/1988.
Ketiga Poros Pendidikan sebagai mana yang disampaikan Ki Hajar
Dewantara sejalan dengan yang tertuang dalam Undang Undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa Tri Pusat Pendidikan tersebut yang
bertanggung jawab atas pendidikan anak yakni, 1) pendidikan dalam keluarga, 2)
pendidikan dalam sekolah, dan 3) pendidikan dalam masyarakat. Dengan kata lain bahwa yang bertanggung jawab
atas pendidikan anak adalah keluarga, sekolah/pemerintah, dan masyarakat yang
masing masing memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing sesuai dengan Undang
Undang Sisdiknas Bab IV, Pasal 7 s.d Pasal 11.
1) Pendidikan
dalam Keluarga
Keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat. Individu atau anak
terlahir dari bagian terkecil tersebut, maka tidak mengherankan apa yang
didengar, apa yang dirasakan, dan apa yang dilihat kali pertama oleh anak
tersebut bersumber dari keluarga, ibu, ayah, kakak, adik atau orang-orang terdekatnya.
Sangat penting bagi anak untuk menerima stimulus yang diterima
merupakan sesuatu hal yang baik atau positif bagi pertumbuhan dan perkembangan
dirinya. Didikan akhlak atau karakter positif melalui sentuhan dan bimbingan
dengan penuh kecintaan dan kasih sayang yang diberikan oleh orang-orang
terdekatnya yang memiliki sifat terpuji dengan segudang pengetahuan dan
keterampilan merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan dalam keluarga.
Di sinilah peran penting keluarga dalam membangun pondasi kecerdasan
dan karakter anak. Maka tidak dibenarkan memandang pendidikan keluarga sebagai
pekerjaan gampang yang pelaku utamanya dapat diperankan oleh orang lain. Dalam
mendidik anak dibutuhkan tidak hanya kasih sayang, akan tetapi kesabaran dan
keikhlasan dengan menujukkan seluruh prilaku yang akan membuat anak tumbuh dan
berkembang sesuai masanya.
2) Pendidikan
dalam Sekolah/Pemerintah
Sekolah merupakan agen perubahan yang diberikan kewenangan penuh untuk
menyelenggarakan pendidikan formal secara utuh, maksudnya meliputi seluruh
aspek pribadi anak, sikap/prilaku, pengetahuan dan keterampilan. Maka kuncinya
adalah prilaku kerja pegawai satuan pendidikan baik pendidik maupun tenaga
kependidikan harus menujukkan prilaku yang minimal baik.
Sekolah melalui pemerintah, baik daerah maupun pusat sebagai pengambil
kebijakan hendaknya selalu mempertimbangkan berbagai hal agar pendidikan formal
yang dilaksanakan benar-benar sesuai dengan harapan. Dan nampaknya hal ini
sudah dilakukan secara matang, di antaranya bahwa seluruh kebijakan terkait
pendidikan dituangkan dalam perundang undangan termasuk tentang 8 (delapan)
Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Guna mendukung implementasi kebijakan pemerintah, sekolah diberikan
keleluasaan untuk mengembangkan sekolah sesuai dengan potensi sumberdaya yang
ada melalu konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), termasuk pengembangan
potensi lokal yang berkembang di sekitar sekolah, antara lain melalui pengembangan
mata pelajaran muatan lokal atau prakarya. Namun sayang alokasi jam pelajarannya masih sangat kurang yang hanya dua jam
pelajaran per pekan, atau 5,26% dari total jam yang tersedia. Seyogyanya jumlah
jam muatan lokal atau prakarya diberikan lebih dari itu, karena kedua mata
pelajaran ini akan berkontribusi kepada kecakapan anak dalam menempuh hidup di
tengah keluarga dan masyarakat sama halnya dengan mata pelajaran yang lainnya.
3) Pendidikan
dalam Masyarakat
Implementasi pendidikan dalam masyarakat tantangannya tidaklah berbeada
dengan dua poros lainnya, terlebih pada populasi penduduk yang besar dengan
tingkat sosial ekonomi yang heterogen, hal ini menyebabkan kontrol masyarakat
terhadap pendidikan anakpun semakin sulit. Interaksi antar anak menjadi lebih
tinggi sehingga batasan-batasan pergaulan yang seharusnya sesuai dengan usia
terkadang tak lagi dapat dipisah dan dibeda-bedakan.
Tingkat kepedulian dan perhatian orang dewasa dalam lingkungan
masyarakat terkadang begitu rendah, sehingga ada kesan pembiaran terhadap
prilaku anak yang terkadang tak pantas untuk dikonsumsi atau ditunjukkan oleh
anak seusianya, ditambah lagi dengan dampak negatif dari teknologi.
Prilaku masyarakat semacam ini tentu akan mengikis nilai-nilai edukasi
positif anak yang telah dibentuk sejak dini di lingkungan keluarga dan sekolah,
yang semestinya dikembangkan dan dikuatkan di lingkungan masyarakat.
Dengan terjadinya pandemi Covid-19 sebagai mana yang terjadi di tanah
air, maka saat ini pula kekuatan tiga poros utama pendidikan (Tri Pusat
Pendidikan) diuji kekuatannya, apakah ketiganya bersinergi dalam melaksanakan
tugas dan kewajibannya dalam menciptakan kualitas pendidikan atau sebaliknya.
Salah satu kunci keberhasilan ketiga poros pendidikan dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya adalah harus adanya benang merah antara
ketiganya, jika tidak maka masing-masing akan berjalan sendiri-sendiri sehingga
tidak akan saling menguatkan. Program yang dilakukan di dalam keluarga, program
sekolah, dan program pendidikan masyarakat harus seiring/sejalan.
Keberhasilan ketiga poros pendidikan tersebut akan Nampak dari kualitas
lulusan yang terlihat dari kompetensi (kemampuan) yang mereka miliki, yaitu dari
cara bersikap, berpikir dan bertindak yang ditunjukkan dalam kehidupan
sehari-hari baik di lingkungan sekolah, keluarga maupun di masyarakat.
Semoga musibah ini menjadikan Tri Pusat Pendidikan menjadi lebih
bersinergi dan lebih kuat dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas
agar negeri ini memiliki kader yang mampu meneruskan dan mewujudkan cita-cita
bangsa sesuai dengan amanat undang-undang. Insya Allah, aamiin.
Rujukan:
Redja Mudyaharjo. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2001.
https://jalandamai.net/tri-pusat-pendidikan-ki-hajar-dewantara-jimat-ampuh-tangkal-radikalisme.html, diakses, tanggal
25 April 2020.
https://nasional.okezone.com/read/2018/05/02/337/1893521/tri-pusat-pendidikan-ajaran-ki-hajar-dewantara-di-zamanku, diakses, tanggal
25 April 2020.
No comments:
Post a Comment