Begitu pun dengan fenomena yang saat ini sedang
mewabah pada sebagian bahkan seluruh negara di dunia, tak terkecuali negeri
tercinta Indonesia. Ribuan jiwa melayang menjadi korban keganasan mahluk kecil
bernama Corona Virus Disease-19 (Covid-19),
dan jutaan jiwa menanti kepastian Sang Khalik apakah akan kembali bugar atau
sebaliknya gugur dan menjadi bukti bahwa kita tidak boleh memandang remeh
dengan sesuatu hal yang kecil.
Wabah Corona
Virus Disease-19 (Covid-19) dinyatakan oleh World Health Organization (WHO) dinyatakan sebagai suatu pandemic, dan di tanah air dinyatakan
sebagai bencana non alam berupa wabah penyakit yang wajib diupayakan
penanggulangannya sehingga tidak menyebar secara luas.
Dasyat memang, Corona Virus Disease-19 (Covid-19) telah melanda seluruh tatanan
kehidupan manusia, tak terkecuali dunia pendidikan yang tentu implikasinya
harus diterima oleh semua pemangku kepentingan.
Sejak pertengahan Maret 2020, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan telah memberlakukan kebijakan kepada seluruh satuan
pendidikan agar melaksanakan sistem pembelajaran jarak jauh atau daring (dalam
jaringan). Tidak hanya belajar di rumah, pemerintah juga memberlakukan semua
aktivitas dilakukan dari rumah, bekerja dari rumah dan beribadah pun di rumah.
Pemberlakuan belajar dari rumah melalui sistem
dalam jaringan (daring) bagi sebagian warga belajar (siswa) yang tinggal di
kota besar dengan ketersediaan fasilitas daring yang lengkap, dorongan orang
tua dan sudah terbiasa tentu tidak menjadi masalah. Kondisi ini bertolak
belakang dengan warga belajar yang berada di pinggiran dengan akses dan
fasilitas yang serba minim, ditambah dengan kondisi ekonomi orang tua kelas
bawah menambah permasalahan dalam implementasi belajar dari rumah dengan sistem
dalam jaringan.
Tidak hanya menimpa siswa yang kurang beruntung, belajar dalam jaringan
juga menjadi kendala bagi sebagian pendidik yang juga kurang beruntung. Mengapa?
Karena tidak semua pendidik berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS), banyak
pendidik yang masih berstatus TKK/TKS/honorer yang gajinya tak sepadan dengan
tugas yang diamanatkannya, sehingga pelaksanaan daring menjadi salah satu
problema.
Jika kita perhatikan, pemanfaatan teknologi digital
dalam proses pembelajaran melalui jaringan bisa dikatakan mengalami peningkatan
luar biasa, dan mungkin saat ini sebagai puncaknya. Bagai mana tidak, dikala
semua dibatasi dan tidak dianjurkan untuk bertatap muka dan berkumpul, maka
sudah barang tentu semuanya beralih ke digital.
Tradisional
jangan ditinggal
Jika pembelajaran secara daring tidak berjalan secara optimal, akan
berimplikasi kepada capaian kurikulum dan tentu saja kepada kualitas lulusan.
Beruntung pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan
kebijakan melalu Surat Edaran Menterian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 tahun
2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyeberan Corona Virus Disease-19 (Covid-19), salah
satunya dinyatakan bahwa kegiatan belajar di rumah tanpa terbebani capaian
taget kurikulum.
Proses pembelajaran secara digital (dalam jaringan) dan secara
tradisioal keduanya memliki keunggulan masing-masing. Pelaksanaan pembelajaran
melalui daring dapat menjangkau seluruh pelosok dengan jarak yang sangat jauh bahkan
tanpa batas dan bisa berjalan baik dengan berbagai syarat misalnya ketersediaan
fasilitas jaringan. Melalui metode ini, materi pelajaran dapat disampaikan
tanpa harus bertatap muka secara langsung. Hal ini menjadi salah satu kelemahan
daring, bahwa pengelolaan kelas, pemberian motivasi face to face, membagi perhatian secara adil, membantu siswa yang
benar-benar membutuhkan bimbingan dan lain-lain dalam sistem belajar daring
sangat sulit untuk diwujudkan.
Berbeda dengan metode tradisional melalui tatap muka langsung yang
menjadi pondasi setiap proses pembelajaran sejak turun temurun. Kedekatan,
sapaan hangat, sentuhan kasih sayang guru kepada muridnya, fokus perhatian
kepada semua anak, dan lain-lain menjadi salah satu kekuatan yang mampu
membangkitkan semangat anak untuk belajar untuk menjadi yang terbaik. Setelah
hampir dua bulan anak belajar di rumah, mereka sudah mengalami kejenuhan dan
kangen dengan situasi belajar yang biasanya mereka lakukan.
Kesimpulannya bahwa bagi siswa yang kurang beruntung, maka tak ada rotan
akarpun jadi. Semoga anak-anak yang menjadi harapan masa depan tetap semangat
untuk belajar dalam mewujudkan cita-cita. Mari untuk tetap belajar dan bekerja
serta beibadah dari rumah, dan semoga
wabah Corona Virus Disease-19 (Covid-19)
lekas berlalu sehingga “ belajar dari sekolah oke, dari jauh bisa”.
Rujukan:
Ahmad Yani. Life
is Moving. Surabaya: Pustaka Media Guru. 2017.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2o2o Tentang Pelaksanaan
Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran Co Ro Naviru S D/Sease (Covid- 1 9)
No comments:
Post a Comment