Mari Berbagi...dan Memberi....

2025-12-20

Strategi Pengajaran Berbasis Keterampilan Sosial Emosional (SEL)

| 2025-12-20

Strategi Pengajaran Berbasis Keterampilan Sosial Emosional (SEL)



Perhatikan beberapa catatan/kasus di bawah ini dan mungkin terjadi saat pembelajaran di kelas, mana yang biasa Bapak/Ibu lakukan?

Situasi Kelas (Pembelajaran)

Respon Guru Tradisional yang Fokus Pada Intruksional

Respon Guru Berbasis Efikasi Diri (Social Emosional Learning/SEL)

Murid terlihat bosan atau mengeluh materi sulit

Menegur murid agar tetap fokus dan mengingatkan tentang nilai atau ujian yang akan datang.

Melakukan check-in emosi atau energy breaker.

Murid frustrasi karena tidak paham materi yang sangat sulit.

Menganggap murid kurang belajar dan memintanya untuk lebih rajin membaca buku paket secara mandiri di rumah.

Validasi emosi dan memberikan scaffolding.

Murid terus bertanya atau takut mencoba sendiri.

Langsung memberikan jawaban benar agar kelas tetap kondusif dan tidak membuang waktu pelajaran.

Memberi strategi agar murid mencoba sendiri.

Murid mengekspresikan emosi negatif (kecewa/marah/sedih, dll).

Menilai perilaku tersebut sebagai tindakan indisipliner dan memberikan teguran atau hukuman agar murid diam.

Menunjukkan simpati dan mencari akar masalah

Murid terlibat konflik kecil dengan teman saat kerja kelompok.

Meminta mereka diam atau memisahkan kelompok secara paksa tanpa menyelesaikan inti permasalahan antar individu.

Melatih komunikasi untuk resolusi konflik.

Transisi antar mata pelajaran yang berisik/kacau.

Berteriak meminta tenang atau memukul penggaris ke meja untuk mendapatkan perhatian murid secara instan.

Membantu murid mengelola emosi dan energi yang meluap dari pelajaran sebelumnya, misalnya dengan teknik STOP.

dll ... kasus lainnya

 

 

 

Mari Kita sedikit kupas.

Strategi pengajaran yang membangun keterampilan sosial emosional pada dasarnya merupakan perwujudan kinerja guru dalam menerapkan berbagai pendekatan untuk menumbuhkan efikasi diri pada murid.

Dalam konteks ini, efikasi diri bukan sekadar kepercayaan diri biasa, melainkan kemampuan murid untuk mengelola emosinya secara efektif dan menggunakan keterampilan sosial emosionalnya guna mengatasi berbagai tantangan yang muncul dalam proses pembelajaran. Dengan efikasi diri yang kuat, murid tidak hanya menjadi pembelajar yang cerdas secara akademik, tetapi juga tangguh secara mental.

Guru yang menerapkan strategi ini memiliki ciri khas utama dalam cara mereka berinteraksi dengan dinamika kelas. Mereka secara sadar merancang proses belajar yang responsif terhadap kondisi sosial emosional murid.

Guru tidak lagi menempatkan emosi sebagai gangguan dalam belajar, melainkan sebagai bagian integral dari proses tersebut. Mereka melibatkan murid secara aktif dalam merancang dan menerapkan metode sistematis untuk menggali serta memahami emosi yang dirasakan, sehingga tercipta ruang kelas yang interaktif dan saling mendukung.

Jika guru memberikan respon Berbasis Efikasi Diri (Social Emosional Learning/SEL) ini akan berdampak positif dalam jangka panjang pada murid, antara lain:

  • Murid belajar mengenali kebutuhan tubuh dan mentalnya (Self-awareness).
  • Tumbuhnya ketangguhan (resilience) dan tidak mudah menyerah saat gagal.
  • Meningkatnya efikasi diri dan kemandirian dalam memecahkan masalah.
  • Murid merasa aman secara psikologis dan percaya pada figur otoritas (Guru).
  • Memiliki keterampilan sosial yang baik untuk bekerja sama dalam tim di masa depan.
  • dan lain-lain

Mengapa tindakan ini sesuai SEL?

1.   Regulasi Diri (Self-Management): Murid belajar menenangkan diri sendiri tanpa paksaan/ancaman.

2.   Kesadaran Diri (Self-Awareness): Murid menyadari bahwa mereka sedang terdistraksi dan perlu kembali fokus.

3.   Lingkungan Aman: Guru tidak menggunakan emosi negatif (marah-marah) untuk menenangkan kelas, sehingga hubungan guru-murid tetap positif.

Salah satu kriteria penting dari guru yang kompeten dalam bidang ini adalah kemampuannya membantu murid mengelola emosi saat berhadapan dengan pembelajaran yang sulit. Ketika murid mengekspresikan emosi negatif seperti kebosanan, frustrasi, atau rasa lelah terhadap materi yang menantang atau karena hal lainnya, guru tersebut menunjukkan simpati yang tulus. Guru tidak hanya sekadar mendengarkan keluhan, tetapi berupaya memahami akar masalah dan menindaklanjutinya dengan tindakan nyata. Pendampingan ini dirancang khusus untuk memperkuat kemampuan murid dalam menavigasi kesulitan tanpa kehilangan motivasi.

Selain penanganan emosi, strategi ini juga menitikberatkan pada pemberian dukungan agar murid memiliki kemandirian dalam proses belajar. Guru bertindak sebagai fasilitator yang menyediakan "scaffolding" atau perancah mental, sehingga murid mampu mengambil kendali atas pembelajaran mereka sendiri. Dengan penguatan pada aspek kemandirian, murid belajar untuk tidak bergantung sepenuhnya pada instruksi eksternal, melainkan mampu mengatur strategi belajar dan regulasi diri yang diperlukan untuk mencapai tujuan akademik mereka.

Secara keseluruhan, kinerja guru yang berfokus pada pengembangan sosial emosional menciptakan ekosistem pembelajaran yang manusiawi. Melalui pendampingan yang terencana, guru membantu mengubah hambatan emosional menjadi peluang pertumbuhan. Fokus utamanya adalah membekali murid dengan "alat" psikologis yang diperlukan agar mereka dapat menghadapi tekanan akademik dengan kepala dingin, kemandirian yang tinggi, dan stabilitas emosi yang kokoh.

Mengapa guru perlu menerapkan strategi pengajaran yang membangun keterampilan sosial emosional?

·         Emosi adalah Pintu Gerbang Kognisi: Secara neurologis, otak manusia sulit memproses informasi akademik dengan maksimal jika berada dalam kondisi stres atau emosi negatif yang tidak terkelola. Dengan menstabilkan emosi murid, guru sebenarnya sedang membuka jalan bagi fungsi kognitif yang lebih baik.

·         Ketahanan di Masa Depan: Tantangan di dunia nyata tidak hanya memerlukan kecerdasan intelektual, tetapi juga ketangguhan mental. Strategi ini membekali murid dengan kemampuan problem-solving dan regulasi diri yang sangat dibutuhkan di kehidupan dewasa mereka.

·         Meningkatkan Motivasi Intrinsik: Ketika murid merasa dipahami (melalui simpati guru) dan diberikan ruang untuk mandiri, mereka akan memiliki keterikatan yang lebih kuat terhadap sekolah dan pembelajaran. Hal ini menurunkan angka putus sekolah secara psikologis (psychological dropout) dan meningkatkan partisipasi aktif di kelas.

Sumber:

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). (2022). Panduan Pembelajaran Sosial Emosional di Kurikulum Merdeka, dan berbagai sumber lainnya. 

 

Terima kasih.

 

 

 

Related Posts

No comments:

Post a Comment