Mari Berbagi...dan Memberi....

2025-12-22

Menjemput Masa Depan Anak Menuju Zero ATS (Anak Tidak Sekolah)

| 2025-12-22

Drafik ATS Pandeglang

Setiap anak adalah aset berharga yang memegang kunci masa depan bangsa, namun kenyataan di lapangan menunjukkan masih adanya jurang lebar yang memisahkan mereka dari bangku sekolah. 

Di Kabupaten Pandeglang, tantangan Anak Tidak Sekolah (ATS) bukan sekadar deretan angka statistik dalam laporan tahunan, melainkan sebuah alarm bagi kita semua tentang hilangnya kesempatan emas generasi muda. Berdasarkan data terkini hingga akhir tahun 2025, fenomena Lulus Tidak Melanjutkan (LTM) dan Belum Pernah Bersekolah (BPB) masih mendominasi di berbagai kecamatan. Hal ini menuntut kesadaran kolektif bahwa urusan pendidikan bukan hanya beban dinas terkait, melainkan tanggung jawab moral seluruh elemen masyarakat untuk memastikan tidak ada anak yang tertinggal dalam kegelapan ketidaktahuan.

Persoalan Anak Tidak Sekolah (ATS) di Kabupaten Pandeglang merupakan tantangan serius yang memerlukan penanganan komprehensif, mengingat dampaknya yang langsung bersentuhan dengan kualitas sumber daya manusia daerah. Berdasarkan data per Desember 2025, angka ATS di 35 kecamatan menunjukkan profil yang bervariasi, di mana kategori Lulus Tidak Melanjutkan (LTM) dan Belum Pernah Bersekolah (BPB) menjadi penyumbang terbesar di banyak wilayah, termasuk di zona perkotaan. Fenomena ini mengindikasikan bahwa akses pendidikan bukan hanya soal ketersediaan gedung sekolah, melainkan juga terkait hambatan ekonomi, jarak geografis, hingga kurangnya motivasi keluarga yang menyebabkan anak-anak kehilangan hak dasarnya untuk belajar.

Strategi utama yang harus ditempuh adalah penguatan validasi data melalui sinkronisasi antara tingkat RT/RW, desa, hingga kabupaten dengan memanfaatkan akun digital desa secara optimal. Data by name by address yang akurat merupakan kunci agar intervensi, baik melalui Program Indonesia Pintar (PIP), beasiswa daerah, maupun sekolah terbuka, dapat tepat sasaran dan tidak tumpang tindih. Tanpa data yang valid dari akar rumput, kebijakan yang diambil di tingkat kabupaten akan kehilangan konteks dan sulit untuk menyentuh anak-anak yang paling membutuhkan bantuan di pelosok desa.

Kolaborasi lintas lembaga atau kemitraan pentahelix menjadi pilar pendukung yang tidak kalah penting dalam memutus rantai ATS. Pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan tidak bisa berjalan sendiri; diperlukan keterlibatan Dinas Sosial untuk bantuan kesejahteraan, Disdukcapil untuk legalitas kependudukan, hingga sektor swasta melalui dana CSR untuk membantu transportasi komunal bagi siswa. Keterlibatan tokoh agama dan tokoh masyarakat juga sangat krusial dalam memberikan edukasi kepada orang tua bahwa pendidikan wajib 12 tahun adalah investasi jangka panjang yang akan mengangkat derajat ekonomi keluarga di masa depan.

Di tingkat operasional, perangkat desa khususnya Ketua RT dan RW memegang peranan sebagai ujung tombak melalui gerakan penyisiran dan verifikasi mandiri. Petugas lapangan harus mampu mengidentifikasi alasan spesifik di balik setiap kasus anak yang putus sekolah, apakah karena kendala biaya seragam atau keharusan membantu pekerjaan orang tua. Dengan memahami akar masalah secara mikro, pemerintah dapat menawarkan solusi yang lebih personal dan efektif, seperti fleksibilitas waktu belajar di PKBM atau bantuan alat tulis yang bersumber dari alokasi dana desa yang sah sesuai aturan.

Melalui sinergi yang kokoh dan kepedulian yang nyata, target penurunan angka ATS secara signifikan di Kabupaten Pandeglang pada tahun 2026 bukanlah hal yang mustahil. Setiap langkah kecil dalam mendata dan merangkul kembali satu anak ke bangku sekolah adalah kontribusi besar bagi visi "Pandeglang Berkah" yang berdaya saing. Mari kita jadikan data sebagai dasar aksi dan empati sebagai penggerak, demi memastikan bahwa tidak ada satu pun anak di tanah Pandeglang yang tertinggal dalam meraih mimpi dan cita-citanya.

Mari kita jadikan momentum ini sebagai titik balik untuk memperkuat komitmen dan kerja nyata di setiap lini. Kita tidak boleh membiarkan ijazah anak-anak kita terhenti hanya karena kendala biaya atau jarak, sementara potensi mereka begitu besar untuk membangun daerah. Melalui sinergi antara kebijakan pemerintah yang tepat sasaran, validasi data yang presisi dari perangkat desa, serta dukungan moral dari lingkungan terkecil, kita mampu menjemput masa depan mereka kembali. Mari bersama-sama mewujudkan 'Pandeglang Berkah' yang sesungguhnya—sebuah daerah di mana pendidikan menjadi hak yang nyata bagi setiap anak, tanpa terkecuali, demi generasi emas yang mandiri dan berdaya saing.

 

Terima kasih



Related Posts

No comments:

Post a Comment