Salah satu Satandar Nasional Pendidikan (SNP) adalah standar yang terkait dengan kelulusan, yaitu terkait dengan kriteria minimal tentang kesatuan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang menunjukkan capaian kemampuan Peserta Didik dari hasil pembelajarannya pada akhir Jenjang Pendidikan. Standar kelulusan ini berbeda sesuai dengan jeins dan jenjang pendidikannya masing-masing.
Salah satu yang akan disorot dalam tulisan ini adalah
tentang kompetsnsi yang terkait dengan sikap.
Berdasarkan Permendikbud Nomor 5 tahun 2022, bahwa Standar
Kompetensi Lulusan pada Jenjang Pendidikan dasar difokuskan pada:
a. Persiapan Peserta Didik menjadi
anggota masyarakat yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta
berakhlak mulia;
b. Penanaman karakter yang sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila; dan
c.
Penumbuhan kompetensi
literasi dan numerasi Peserta Didik untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Karakter yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila atau
sesuai dengan Profil pelajar pancasila dengan enam dimensi prifil, yaitu:
1.
beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia;
2.
berkebhinekaan global;
3.
gotong royong;
4.
kretaif;
5.
bernalar kritis; dan
6.
mandiri.
Keenam nilai di
atas merupakan nilai-nilai kebijakan yang sudah disepakati bersama dan harus
ditunjukkan dan diwujudkan oleh semua warga Negara tak terkecuali semua siswa.
Dalam lingkunagn
sekolah tentu semua guru (Pendidik dan tenaga Kependidikan) menginkan seluruh
warganya tak terkecuali siswa menujukkan prilaku dan budaya yang menjungjung
tinggi nilai-nilai Pancasila tersebut. Karena jika semua sudah berkarakter sudah
tentu budaya aman, nyaman, menyenangkan, tertib, dan lain-lain akan menjadi
kebiasaan alias membudaya.
Untuk
mewujudkan budaya positif di lingkungan kelas atau sekolah ada banyak cara
dilakukan guru atau sekolah, antara lain dengan membuat tata tertib dan atau
melaksanakan berbagai kegiatan dan pengembangan karakter, atau dengan memberi hukuman,
memberikan penghargaan, dan lain-lain.
Menurut Diane
Gossen (1998), bahwa dalam menciptakan
budaya disiplin siswa harus memperhatikan kebutuhan, dan berpusat serta membuat
mereka madiri dalam menemukan nilai-nilai kebajikan bersama.
Menurut beliau, ada lima strategi atau cara bagai
mana guru mendisiplinkan siswa, ini dikenal dengan 5 (lima) posisi control yang
dapat dilakukan guru.
1.
Penghukum
Pada posisi ini guru saat menemukan siswa yang melanggar kesepakatan (aturan, tata tertib, dan lain-lain) akan memberikan hukuman fisik maupun verbal. Prilaku guru akan keras dan tegas dalam menerapkan aturan kepada siswa. Bahasa dan ekspresi yang ditunjukan pun mungkin bisa kasar dan lain-lain.
2.
Membuat rasa bersalah
Pada posisi ini guru akan terlihat lebih lembut, membuat siswa benar-benar merenung untuk meresapi apa kesaslahan yang telah dibuatnya sehingga siswa akan merasa tidak nyaman, merasa bersalah, bahkan menjadi rendah diri karena ia telah melaukan hal yang tidak seharusnya ia lakukan.
3.
Teman
Pada posisi ini guru akan bertindak seolah-olah ia adalah rekan siswa yang melakukan pelanggaran atau kesalahan. Guru tidak akan menyakiti muridnya, akan tetapi berupaya mengendalikan siswa secara persuasi. Pada posisi ini akan berdampak baik/positif atau bahkan negatif, misalnya adanya hubungan baik dan atau sebaliknya siswa akan percaya jika dia melakukan kesalahannya paling itulah yang diterimanya, karena guru berprilaku baik serti temannya sendiri.
4.
Pemantau
Pada posisi ini guru akan mengawasi atau menjadi pengawas. Pada saat guru mengawasi, guru bertanggung jawab atas perilaku orang-orang yang diawasinya. Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, guru dapat memisahkan hubungan pribadi dengan murid, sebagai seseorang yang menjalankan posisi pemantau.
5.
Manajer
Pada posisi ini guru dan murid bersama-sama berbuat
untuk mempertanggung jawabkan perbuatan salahnya. Guru mendorong murid untuk
menemukan kesalahan apa yang diperbuatnya atau pelanggaran yang dilakukannya
atas kesepakatan bersama, kemudian mendorong lebih jauh agar siswa menemukan
cara bagai mana agar hal tersebut tidak terjadi di kemudian hari dan menanyakan
bagai mana caranya atau rencana yang arus dilakukan siswa.
Tugas seorang manajer bukan untuk
mengatur perilaku seseorang. Kita membimbing murid untuk dapat mengatur
dirinya. Seorang manajer bukannya memisahkan murid dari kelompoknya, tapi
mengembalikan murid tersebut ke kelompoknya dengan lebih baik dan kuat.
Pendekatan
manajer ini dikenal dengan restitusi, di mana guru akan melakukan stabilitas identitas, yaitu
menstabilkan tindakan yang salah. Kedua melakukan validasi tindakan yang salah yang dilakukannya, bahwa bahwa itu di
luar kesepakatan atau nilai-nilai kebajikan bersama. Dan Ketiga menanyakan keyakinan bersama dan apa
yang harus dilakukannya ke depan agar tidak menyimpang dari kesepakatan itu.
Posisi inilah
disebut dengan segitiga restitusi
dan ideal dilakukan guru dalam upaya mewujudkan budaya positif (disiplin) di
kelas dan sekolah. Karena melalui kesadaran diri siswa akan kesalahan dan apa
yang harus dilakukan ke depan yang didorong oleh keyakinan dirinya (motivasi
instrinsik) maka siswa akan memiliki kekuatan lebih.
Sumber: Modul belajar Guru Kenggerak. Kemdukbud
Ristek. 2022
No comments:
Post a Comment