Oleh: Yuliasih - Permainan tidak terlepas dari kehidupan manusia terutama anak-anak. Dimana ada manusia disitu pulalah terdapat berbagai macam permainan. Bermain merupakan hal utama bagi anak. Anak memang senang bermain, tetapi mereka sebenarnya sedang dalam proses belajar yaitu belajar mengenal diri sendiri, lingkungan dan orang-orang sekitar. Melalui permainan, anak-anak mengalami proses pembelajaran. Bagi kita orang dewasa, bermain mungkin tidak terlihat seperti belajar. Orang dewasa sebaiknya ikut dalam permainan tersebut. Permainan anak-anak adalah permainan yang mempunyai peraturan yang sederhana, mudah dimengerti, mudah dilaksanakan hingga akhirnya mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan anak. Fungsi bermain untuk memulihkan tenaga dan rasa jenuh sedangkan tujuan bermain adalah sebagai saranan melatih keterampilan.[1]
Secara fisik, dengan bermain maka seseorang akan melibatkan seluruh
anggota tubuh untuk bergerak. Dengan bergerak maka anak akan mendapatkan
rangsangan sehingga organ tubuh akan mengalami perubahan yang membawa efek yang
bagus untuk pertumbuhan badan. Secara konseptual permainan memberi efek
mengembangkan keterampilan untuk memiliki ataupun meningkatkan bahkan pengayaan
kemampuan gerak. Permainan merupakan bentuk dari bermain yang memiliki karakteristik
tertentu.
Bermain merupakan salah satu kebutuhan penting bagi
anak dan orang tua harus menyadari itu dan tidak melarang anak-anaknya untuk
bermain. Orang tua justru harus mengarahkan serta memfasilitasi anaknya untuk
bermain. Dengan bermain, anak bisa belajar untuk beradaptasi, bersosialisasi,
serta bisa bebas berekspresi.[2] Ada lima keriteria dalam bermain, yakni:
1.
Motivasi intrinsik, yaitu tingkah laku bermain dimotivasi dari dalam diri anak itu sendiri. Bukan karena
adanya tuntutan dari orang-orang disekitarnya atau karena kebutuhan akan
fungsi-fungsi tubuhnya.
2.
Pengaruh positif, yaitu tingkah laku yang menyenangkan untuk dilakukan.
3.
Bukan dikerjakan sambil lalu, karena itu tidak mengikuti urutan yang
sebenarnya melainkan lebih bersifat pura-pura.
4.
Cara/ tujuan, cara bermain lebih diutamakan dari pada tujuannya karena anak lebih tertarik pada
tingkah laku itu sendiri dari pada keluaran yang dihasilkan.
5.
Kelenturan, yakin bermain itu perilaku yang lentur yang dtunjukan baik
dalam bentuk maupun hubungan serta berlaku dalam setiap situasi.[3]
Bermain merupakan salah satu kebutuhan penting bagi anak, dan orang tua
harus menyadari itu dan tidak melarang anak-anaknya untuk bermain. Orang tua
justru harus mengarahkan serta memfasilitasi anaknya untuk bermain. Dengan
bermain, anak bisa belajar untuk beradaptasi, bersosialisasi serta bebas
berekpresi.[4]
Menurut tokoh-tokoh
pendidikan anak-anak, seperti: Plato, Aristoteles, Frobel, Hurlock dan Spencer
dalam Satya mengatakan bahwa bermain adalah suatu upaya anak untuk mencari
kepuasan melarikan diri ke alam fantasi dengan melepaskan segala keinginannya
yang tidak dapat tersalurkan, seperti : keinginan untuk menjadi presiden, raja,
permaisuri dan lain-lain. Bermain sebagai kegiatan mempunyai nilai praktis.
Artinya bermain digunakan sebagai media untuk meningkatkan keterampilan dan
kemampuan tertentu pada anak.[5]
Permainan anak-anak
merupakan wadah dasar dan indikator pengembangan mental. Bermain memungkinkan
anak-anak untuk memajukan perkembangannya seperti sensori motor, intelegensi
pada bayi, mulai dari operasional sampai operasional konkrit pada anak pra
sekolah juga mengembangkan kognitif, fisik, dan perkembangan sosial ekonomi
menurut George W. Maxim dalam Satya.[6]
Adapun pendapat lain
mengatakan bahwa bermain merupakan tujuan dasar dari belajar pada masa
kanak-kanak. Anak-anak secara bertahap mengembangkan konsep dari hubungan yang
wajar, kemampuan untuk membedakan, untuk menilai, untuk menganalisis dan
mengambil intisari, untuk membayangkan dan merumuskan.[7] Sedangkan
menurut Hurlock bahwa bermain merupakan setiap kegiatan yang dilakukan untuk
kesenangan yang ditimbulkan tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Bermain
dilakukan secara sukarela dan tidak ada paksaan atau tekanan dari luar/
kewajiban.[8]
Kemudian selanjutnya
Supartini mengatakan bahwa bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara
sukarela untuk memperoleh kesenangan/ kepuasan.[9] Berdasarkan
beberapa teori tentang bermain yang telah dikemukakan diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sukarela
untuk mencari kepuasan dan kesenangan untuk mengembangkan kognitif, fisik, dan perkembangan
sosial ekonomi agar dapat bersosialisasi serta bebas berekspresi. Apabila
ditinjau dari dimensi perkembangan kognitif anak, makan tahapan bermain terdiri
dari :
1.
Bermain praktis, yaitu saat anak mengeksplorasi semua kemungkinan dari
suatu materi
2.
Bermain simbolik, yaitu saat anak mulai menggunakan makna simbolis
benda-benda
3. Bermain dengan aturan, yaitu saat anak mulai menggunakan aturan (rules) termasuk yang mereka buat sendiri pada awalnya.[10]
Definisi “permainan” yang banyak
dianut oleh para pakar adalah yang dilontarkan oleh Huizinga, yang terkenal lewat
buku Homo Ludens (1955). Huizinga berupaya untuk menggutamakan ciri atau sifat
bermain dalam kegiatan manusia dengan mendenifisikan play, bermain sebagai:
a.
avoluntary, activity, axisting, outside, ”ordinary”
life
b.
totally upsorbing
c.
unproductive
d.
accuning within a circumscribed time and space
e.
ordered by rules
f. characterrized by group relationships which surround themselves by secrecy and disguise.[11]
Permainan dibagi atas
dua yaitu permainan untuk bermain (play)
dan permainan untuk bertanding (game).
Permainan dalam bentuk bermain dilakukan guna mengisi waktu luang dan bersifat
hiburan yang pada umumnya dilakukan anak-anak. Makna bermain dalam pendidikan adalah sebagai
berikut:
1) Bermain merupakan aktivitas yang dilakukan
dengan suka rela atas dasar rasa senang.
2) Bermain dengan rasa senang, menumbuhkan
aktivitas yang dilakukan secara spontan.
3) Bermain dengan rasa senang, untuk memperoleh kesenangan, menimbulkan kesadaran agar bermain dengan baik perlu berlatih, kadang-kadang memerlukan kerjasama dengan teman, menghormati lawan, mengetahui kemampuan teman, patuh pada peraturan, dan mengetahui kemampuan dirinya sendiri.[12]
Permainan dapat membentuk percaya diri seseorang,
hal Ini dimaksudkan dengan bermain dapat meningkatkan kemampuan untuk tampil di
depan umum. Setiap permainan selalu melibatkan lebih dari satu orang, dengan
demikian anak akan dikondisikan untuk mau tampil. Dengan tampilnya anak
dihadapan teman sebaya merupakan suatu kondisi yang baik untuk menumbuhkan
sikap memiliki harga diri yang pada akhirnya percaya diri akan terpupuk dengan
tidak sengaja. Permainan akan mengasah kemampuan anak terutama dalam
menumbuhkan optimisme dan aktualisasi diri. Pendekatan ini juga akan mengajarkan
anak dalam pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan yang menciptakan gagasan
dalam lingkungan yang sportif dan menjelajahi dinamika kreativitas dalam
lingkungan yang aman dan menyenangkan baginya. Permainan kreatif juga
berhubungan erat dengan potensi kreatif yang dimiliki tiap anak. Pada garis besarnya permainan meliputi garis-garis
berikut:
1.
Permainan meniru. Gerakan atau pokok bahasan meniru perilaku hewan,
manusia atau mesin yang bergerak.
2.
Permainan peran. Memerankan perilaku atau gerakan-gerakan suatu profesi,
jabatan, atau pekerjaan tertentu.
3.
Permainan fantasi. Gerakan atau pokok bahasan yang diambil dari dunia
dongeng atau imajinasi yang lain.
4. Permainan dramatisasi. Memaninkan suatu lakon berdasarkan kerangka kerja drama.[13]
Bermain dikategorikan menjadi 2 yaitu
bermain aktif dan bermain pasif. Bermain aktif, kesenangan timbul dari apa yang
dilakukan individu. Misalnya berlari, bersepeda, dan berenang. Sedangkan
permainan pasif atau sering disebut dengan hiburan yaitu kesenangan diperoleh
dari kegiatan orang lain. Misalnya menonton acara televisi, membaca buku,
mendengarkan dan radio.[14]
Fungsi bermain untuk anak-anak merupakan:
a)
suatu persiapan untuk menjadi dewasa;
b)
suatu pertandingan, yang akan menghasilkan yang kalah dan yang menang;
c)
perwujudan dari rasa cemas dan marah;
d) suatu hal yang tidak sangat penting dalam masyarakat.[15]
[1] Mayke S., Bermain, Mainan dan Permainan (Jakarta:
Grasindo, 2001), p. 3.
[2] ______________http://www.bermain_untuk_anak-anak.com/pdf
(diakses 15 Januari 2013).
[3] Sofia Hartati, How to be a good teacher and how to be a
good mother, enno media, (Jakarta, 2007), p. 57.
[4] _______________http://carapedia.co./pengertian_definisi_bermain_info2105.html
(diakses 8 Februari 2013).
[5] Wira Indra Satya, Membangun Kebugaran Jasmani dan Kecerdasan
Melalui Bermain (Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikti Direktorat Ketenagaan,
2006), p. 8.
[6] Ibid,. p. 9.
[7] Rochdi Simon dkk, Model Permainan di Sekolah Dasar berdasarkan
pendekatan Developmentally Appropriate Practice (Bandung: Program Studi
PGSD UPI, 2007), p. 9.
[8] Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak Jilid I (Jakarta: PT.
Gelora Aksara Pratama),
p. 320.
[9] Supartini, www.scribd/doc/73717650/definisi_bermain (diakses 6
Februari 2013).
[10] Ibid., p.65.
[11] Sukirman D. Permainan Tradisional Jawa (Kepel Press
Purwanggan, 2005), p.19.
[12] ______________http//www.bermain-kesenangan.co.id/files/metode_bermain.pdf
(diakses Selasa, 8 Januari 2013).
[13] J. Matakupan, Strategi Belajar Menggajar Pendidikan
Jasmani dan Kesehatan (Dinas Pendidikan dan Pengajaran DKI Jakarta, 1992), p. 15.
[14] Elizabeth B. Hurlock, op. cit., p. 321.
[15] Op.Cit., p. 20.
No comments:
Post a Comment