Saat ini paradigma
supervisi yang terjadi di kalangan pendidik mulai burubah seiring dengan
pemahaman yang utuh tentang konsep dan prilaku supervisor terhadap bawahan.
Karena supervisi bukan mencari cari kesalahan bawahan, akan tetapi sesungguhnya
proses perbaikan menuju terciptanya layanan pendidikan yang berkualitas pada
setiap jenjang satuan pendidikan. Supervisi yang dilakukan baik akademik maupun
manajerial hendaknya dilakukan dengan prinsip yang benar, metode yang tepat
instrumen yang baik sertaa dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan.
Supervisi pendidikan merupakan aktifitas pembinaan yang direncanakan dan dilaksanakan secara sistematis dan terarah untuk membantu para kepala sekolah, guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan secara efektif (Suhardan, 2010; Satori, 2016). Para ahli supervisi pendidikan lainnya menyatakan bahwa supervisi merupakan proses untuk menerapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya, dan bila perlu mengkoreksi dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula (Purwanto, 2010). Supervisi pendidikan merupakan usaha memfasilitasi, membantu dan memberi pelayanan sesuai dengan kebutuhan guru agar menjadi lebih profesional dan produktif dalam menjalankan tugas melayani peserta didik.
Selain
itu, supervisi pendidikan dapat diartikan sebagai segala bantuan dari para
pemimpin sekolah, yang tertuju kepada perkembangan kepemimpinan guru-guru dan
tenaga kependidikan sekolah lainnya di dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan.
Proses supervisi dapat berbentuk motivasi, bimbingan, dan kesempatan bagi
pertumbuhan keahlian dan kecakapan guru-guru, seperti bimbingan dalam usaha dan
pelaksanaan pembaharuan-pembaharuan dalam pendidikan dan pembelajaran,
pemilihan alat-alat pelajaran dan metode - metode mengajar yang lebih baik, cara-cara
penilaian yang sistematis terhadap seluruh proses pembelajaran (Purwanto,
2010). Dengan demikian, supervisi pendidikan merupakan aktivitas pembinaan
secara terencana dan menyeluruh dari para pemimpin pendidikan untuk
memfasilitasi, membantu, dan membimbing para guru dan tenaga administratif
sekolah berdasarkan pendekatan profesional dalam melakukan pekerjaan mereka
secara efektif.
Selanjutnya,
supervisi pendidikan dapat diartikan pula sebagai pengawasan terhadap
pelaksanaan semua kegiatan teknis edukatif di sekolah, dan bukan sekedar
pengawasan fisik dan keuangan sekolah. Dalam konteks ini, supervisi merupakan
pengawasan terhadap kegiatan akademik yang berupa proses belajar mengajar,
pengawasan terhadap guru dalam mengajar, pengawasan terhadap segala situasi
yang menyebabkan proses belajar mengajar kurang sesuai dengan apa yang
direncanakan. Aktivitas supervisi dilakukan dengan mengidentifikasi keberhasilan yang dicapai,
kelemahan-kelemahan pembelajaran untuk diperbaiki, kajian penyebabnya, dan mengapa guru tidak berhasil
melaksanakan tugasnya dengan baik. Berdasarkan hal tersebut kemudian diadakan
tindak lanjut yang berupa perbaikan dalam bentuk pembinaan secara
berkelanjutan(Suhardan, 2010).
Fungsi pengawasan atau supervisi
dalam pendidikan bukan hanya sekedar kontrol untuk mengetahui segala kegiatan telah dilaksanakan sesuai
dengan rencana atau program yang telah digariskan, tetapi sekaligus dengan
upaya untuk memperbaikinya atau meningkatkannya agar lebih baik. Kegiatan
supervisi mencakup penentuan kondisi-kondisi atau syarat-syarat personil maupun
material yang diperlukan untuk terciptanya situasi belajar-rnengajar yang
efektif, dan usaha memenuhi syarat-syarat itu. Dalam konteks ini, supervisi
lebih dipandang sebagai segala aktivitas yang dilakukan para pemimpin
pendidikan di sekolah untuk meningkatkan segala kondisi yang mendukung
peningkatan proses pembelajara para guru dan hasil belajar para siswanya.
Dalam dunia pendidikan di
Indonesia, istilah supervisi sudah populer digunakan dalam kegiatan sehari-hari, namun efektivitas implementasinya masih memerlukan
kajian peningkatan. Kegiatan supervisi pendidikan
dilakukan secara praktis oleh tenaga profesional khusus yang disebut “Pengawas
Sekolah/Madrasah”. Para pengawas sekolah/madrasah inilah yang melakukan
berbagai kegiatan supervisi pendidikan bagi kepala sekolah, guru-guru, dan
tenaga kependidikan lainnya di suatu sekolah/madrasah. Karena istilah yang
digunakan adalah pengawasan sekolah/madrasah, maka terkesan para pengawas
sekolah/madrasah lebih dominan dalam melaksanakan tugasnya sebagai “pengawas” pendidikan, sehingga para kepala sekolah, guru,
dan tenaga kependidikan lainnya di sekolah/madrasah cenderung pasif dalam
menerima tindakan pengawasan.
Supervisi pendidikan sesungguhnya
merupakan praktek
demokratis antara supervisor dan yang disupervisi (supervisee). Dalam
pelaksanaannya, supervisi bukan hanya mengawasi apakah para guru/pegawai
menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan instruksi atau ketentuan
yang telah digariskan, tetapi juga berusaha bersama guru-guru, menemukan
bagaimana cara-cara memperbaiki proses belajar-mengajar. Jadi dalam kegiatan
supervisi, guru-guru tidak dianggap sebagai pelaksana pasif, melainkan
diperlakukan sebagai partner bekerja yang memiliki ide-ide, pendapat-pendapat,
dan pengalaman-pengalaman yang perlu didengar dan dihargai serta diikutsertakan
di dalam usaha-usaha perbaikan pendidikan ataupun pembelajaran. Burton (dalam
Purwanto, 2010) menjelaskan prinsip dasar perilaku dan fokus supervisi
pendidikan yang efektif, sebagai berikut:
a. Supervisi yang baik mengarahkan
perhatiannya kepada dasar-dasar pendidikan dan cara-cara belajar serta
perkembangannya dalam pencapaian tujuan umum pendidikan;
b. Tujuan supervisi adalah perbaikan dan
perkembangan proses belajar- mengajar secara total; ini berarti bahwa tujuan supervisi tidak
hanya untuk memperbaiki mutu mengajar guru, tetapi juga membina pertumbuhan
profesi guru dalam arti luas termasuk di dalamnya pengadaan fasilitas yang
menunjang kelancaran proses belajar- mengajar, peningkatan mutu pengetahuan dan
keterampilan guru-guru, pemberian bimbingan dan pembinaan dalam hal
implementasi kurikulum, pemilihan dan penggunaan metode mengajar, alat-alat
pelajaran, prosedur dan teknik evaluasi pengajaran;
c. fokus supervisi pendidikan pada setting
“situasi pembelajaran”, dan bukan pada seseorang atau sekelompok orang. Semua
orang, seperti guru-guru, kepala sekolah, dan pegawai sekolah lainnya, adalah
mitra kerja (coworkers) yang sama-sama bertujuan mengembangkan situasi yang
memungkinkan terciptanya kegiatan belajar-mengajar yang baik.
Sahertian
(2008) menjelaskan bahwa kegiatan supervisi pendidikan telah berkembang dari
kegiatan supervisi yang bersifat tradisional menjadi supervisi yang bersifat ilmiah.
Kegiatan supervisi pendidikan yang bersifat ilmiah ditandai oleh
beberapa indikator sebagai berikut:
a. Sistematis, artinya dilaksanakan secara teratur,
berencana dan secara kontinu;
b. Obyektif, artinya ada data yang didapat berdasarkan
observasi nyata, bukan berdasarkan tafsiran pribadi;
c. Menggunakan alat pencatat yang dapat memberikan informasi yang akurat sebagai umpan balik untuk mengadakan perbaikan atau peningkatan terhadap proses pembelajaran di kelas.
·
Contoh instrument supervise
manajerial download di sini.
·
Contoh instrument supervise
akademik (administrasi pembelajaran) download di sini.
· Contoh instrument supervise pelaksanaan pembelajaran download di sini.
No comments:
Post a Comment