Mari Berbagi...dan Memberi....

2020-07-15

Manajemen Pembelajaran Pendidikan Jasmani

| 2020-07-15

Aktivitas pembelajaran kegiatan jasmani
Seting pembelajaran Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan pada hakikatnya adalah mengatur proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. 

Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, makhluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya. Pada kenyataannya, pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan adalah suatu bidang kajian yang sungguh luas. Titik perhatiannya adalah peningkatan gerak manusia. Lebih khusus lagi, pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan berkaitan dengan hubungan antara gerak manusia dan wilayah pendidikan lainnya, hubungan dari perkembangan tubuh-fisik dengan pikiran dan jiwanya.

Selama proses aktivitas pembelajaran pendidikan jasmani berlangsung akan terjadi multi interaksi, baik antara guru dengan siswa, atau pun antar siswa. Agar interaksi berjalan dengan baik dan efektif efisien, maka harus diorganisasi atau dikelola dengan baik. Menurut Gabbard, LeBlanc dan Lovy (1994) pola organisasi digunakan untuk mengelompokkan peserta didik aktivitas jasmani agar metode yang diinginkan dapat dipergunakan. Pola dasar organisasi adalah kelas (classical), kelompok (group) dua atau lebih, dan individu (individual).

Pola klasikal dilakukan saat seluruh siswa atau secara satu kesatuan, sehingga terpokus kepada satu tujuan. Misalnya saat guru menjelaskan atau menyampaikan tujuan pembelajaran melalui metode ceramah, atau saat guru membutuhkan kegiatan yang cukup disampaikan kepada seluruh peserta didik dengan hanya satu kali penyampaian dan bisa diterima oleh seluruh peserta didik.

Pola kelompok dilakukan dengan membentuk kelas menjadi unit-unit atau kelompok yang terdiri dari beberapa individu. Tujuan pola ini adalah agar satu kegiatan dapat dilaksanakan secara bersama-sama atau dalam satu waktu tertentu. Pola ini dalam pengajaran pendidikan jasmani cukup populer. Pola kelompok dapat dilakukan melalui bentuk formasi stengah lingkaran, formasi melingkar, formasi huruf U.

Pola individu dilakukan oleh guru langsung dengan peserta didik yang bersangkutan misalnya pada saat menyampaikan koreksi, penekanan tugas, dan pemberian reward secara langsung kepada peserta didik. Pola ini tentu membutuhkan waktu lama dan kesabaran pendidik, karena jumlah peserta didik yang banyak dengan kemampuan yang berbeda, sementara seluruh peserta didik harus dapat dilayani secara adil

Saat memebrikan pelayanan kepada peserta didik, seorang guru mau tidak maui, disadari atau tidak pasti melakukan komunikasi. Dalam hubungan apapun, agar aktivitas yang dilakukan sesuai dan memperoleh tujuan yang diharapkan, maka jalinan komunikasi harus dilakukan secara intens dalam suasana hangat penuh keakraban, namun tetap menghormati dan mengedepankan etika dan kesopanan. Bitgitu pun dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani, komunikasi menrupakan slah satu bentuk interaksi yang dipilih guru untuk menyampaikan pesan. Bentuk komunikasi yang dilakukan bisa berupa ucapan kata-kata (verbal), komunikasi tulisan sejenis poster dan lainnya (written), komunikasi melalui tayangan sejnis gambar baik bergerak maupun tidak bergerak (visual)I, dan komunikasi yang dasampaikan melalui suara misalnya kaset, rekaman, dan sejenisnya (auditory).

 Agar interaaksi dan komunikasi selama pembelajaran berlangsung, peran guru sangat penting dalam manajemen atau mengelola kelas sehingga peserta didik terbiasa dengan pengaturan aktivitas pembelajaran yang harus dilaluinya, dengan demikian akan tercipta manajemen diri dalam mengikuti pembelajaran. Jika demikian seorang guru akan mudah melakukan tahapan-tahapan pembelajaran yang akan dan harus dilakukan oleh peserta didik, sehingga aktivitas belajar akan berlangsung efektif dan efisien.

Manajemen kelas yang efektif akan dapat terwujud dengan melaksanakan langkah-langkah sebagai berikut: (1) menetapkan aturan kelas; 2) memulai kegiatan tepat waktu; 3) mengatur pelajaran; 4) mengelompokkan peserta didik; 5) memanfaatkan ruang dan peralatan; dan (6)  mengakhiri pelajaran. (Adiwarsito, dkk, 2015)

Sekolah bukan semata-mata tempat mentransfer ilmu pengetahuan dari guru kepada peserta didik (kognisi), akan tetapi lebih dari pada itu, bahwa sekolah juga adalah tempat dimana peserta didik belajar mentaati dan menjungjung tinggi nilai-nilai dan peraturan. Oleh karena itulah, penanaman ketaatan terhadap aturan harus dimulai dan dibiasakan dari dalam ruang kelas. Dan ini tentu sejalan dengan semagat dan nilai-nilai sportifitas yang terkandung dalam setiap aspek dalam mata pelajaran pendidikan jasmani. Bagi guru pendidikan jasmani, penerapan tata tertib atau aturan main mata pelajaran pendidikan jasmani menjadi salah satu menu utama. Aturan tersebut meliputi aktivitas siswa sebelum, selama, dan setelah mengikuti proses pembelajaran. Penentuan dan penetapan peraturan atau tatatertib harus disusun dan disepakati oleh guru dan seluruh peserta didik.

Aktivitas yang harus dipatuhi sebelum dimulainya pembelajaran antara lain misalnya:

1)     Tempat di mana peserta didik harus melakukan ganti pakaian atau seragam olahraga;

2)     Pakaian olahraga yang harus dipakai;

3)     Di mana harus berkumpul;

4)     Berapa menit toleransi keterlambatan;

5)     Jika harus membawa perlengkapan/alat/media pembelajaran pakan individu, atau kelompok;

Hal-hal yang harus dipatuhi saat pembelajaran berlangsung misalnya:

1)     Siapa yang menyiapkan barisan, dan bentuk barisan yang harus dibentuk, misalnya pola U, setengah lingkaran, bersaf, dan lain-lain;

2)     Siapa yang memimpin persiapan do’a;

3)     Siapa yang meimpin pemanasan, guru atau peserta didik;

4)     Sebagai fasilitator, guru membimbing, mengarahkan, memberikan kesempatan kepada peserta didik melalui penjelasan dan intruksi apa yang harus dan tidak boleh dilakukan peserta didik;

5)     Memberikan koreksi dan penguatan (konfirmasi) serta reward kepada peserta didik;

6)     Berapa menit kegiatan pembelajaran harus selesai sebelum benar-benar waktu pelajaran penjas selesai, karena harus ada jeda waktu istirahat dan ganti pakaian kepada peserta didik;

Aktivitas yang harus ditaati setelah proses pembelajaran berakhir antara lain misalnya:

    i.           Memanfaatkan ruang atau tempat ganti pakaian;

   ii.          Waktu istirahat sebelum berganti jam pelajaran;

 iii.          Waktu pengumpulan tugas atau tugas pertemuan selanjutnya.

Jika peraturan yang telah disusun dan disepakati bersama dilaksanakan dengan penuh kesungguhan dan tanggung jawab, maka seluruh aktiviat pembelajaran baik pra kegiatan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan pasca pembelajaran akan mudah dimenej, karena seluruh warga belajar telah memahami dan terbiasa dalam mematuhi peraturan. Maka tidak ada lagi guru penjas yang meniup pluit dengan keras untuk memaanggil peserta didik agar berkumpul, tidak ada lagi guru penjas yang berteriak untuk meminta muridnya agar berlaku sportif, tidak gaduh, dan selalu antri dalam melakukan kesempatan berlatih serta bertukar tempat dan peralatan.

Konsekuensi dari ketidaktaatan warga belajar terhadap peraturan, maka besar kemungkinan jalannya proses pembelajaran kurang efektif. Contoh sederhana misalnya, untuk mengumpulkan peserta didik saat akan memulai kegiatan pembelajaran jika tidak ada komitmen maka guru penjas mungkin akan teriak-teriak atau meniup pliut keras-keras. Akan tetapi jika telah komitmen (taat aturan) maka saat guru penjas turun ke lapangan maka dengan serta merta peserta didik pasti akan mendekat dan berkumpul sesuai dengan kotmen bersama. Ketaatan terhadap peraturan akan berdampak kepada tahap pembelajaran berkutnya hingga tujuan pembelajaran akan lebih memungkinkan untuk diwujud

Related Posts

No comments:

Post a Comment