Seting pembelajaran Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan pada hakikatnya adalah mengatur proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional.
Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, makhluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya. Pada kenyataannya, pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan adalah suatu bidang kajian yang sungguh luas. Titik perhatiannya adalah peningkatan gerak manusia. Lebih khusus lagi, pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan berkaitan dengan hubungan antara gerak manusia dan wilayah pendidikan lainnya, hubungan dari perkembangan tubuh-fisik dengan pikiran dan jiwanya.
Selama
proses aktivitas pembelajaran pendidikan jasmani berlangsung akan terjadi multi
interaksi, baik antara guru dengan siswa, atau pun antar siswa. Agar interaksi
berjalan dengan baik dan efektif efisien, maka harus diorganisasi atau dikelola
dengan baik. Menurut Gabbard, LeBlanc dan Lovy (1994) pola organisasi digunakan
untuk mengelompokkan peserta didik aktivitas jasmani agar metode yang
diinginkan dapat dipergunakan. Pola dasar organisasi adalah kelas (classical), kelompok (group) dua atau lebih, dan individu (individual).
Pola
klasikal dilakukan saat seluruh siswa atau secara satu kesatuan, sehingga
terpokus kepada satu tujuan. Misalnya saat guru menjelaskan atau menyampaikan
tujuan pembelajaran melalui metode ceramah, atau saat guru membutuhkan kegiatan
yang cukup disampaikan kepada seluruh peserta didik dengan hanya satu kali
penyampaian dan bisa diterima oleh seluruh peserta didik.
Pola
kelompok dilakukan dengan membentuk kelas menjadi unit-unit atau kelompok yang
terdiri dari beberapa individu. Tujuan pola ini adalah agar satu kegiatan dapat
dilaksanakan secara bersama-sama atau dalam satu waktu tertentu. Pola ini dalam
pengajaran pendidikan jasmani cukup populer. Pola kelompok dapat dilakukan
melalui bentuk formasi stengah lingkaran, formasi melingkar, formasi huruf U.
Pola
individu dilakukan oleh guru langsung dengan peserta didik yang bersangkutan
misalnya pada saat menyampaikan koreksi, penekanan tugas, dan pemberian reward secara langsung kepada peserta
didik. Pola ini tentu membutuhkan waktu lama dan kesabaran pendidik, karena
jumlah peserta didik yang banyak dengan kemampuan yang berbeda, sementara
seluruh peserta didik harus dapat dilayani secara adil
Saat
memebrikan pelayanan kepada peserta didik, seorang guru mau tidak maui,
disadari atau tidak pasti melakukan komunikasi. Dalam hubungan apapun, agar
aktivitas yang dilakukan sesuai dan memperoleh tujuan yang diharapkan, maka
jalinan komunikasi harus dilakukan secara intens dalam suasana hangat penuh
keakraban, namun tetap menghormati dan mengedepankan etika dan kesopanan. Bitgitu
pun dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani, komunikasi menrupakan slah
satu bentuk interaksi yang dipilih guru untuk menyampaikan pesan. Bentuk
komunikasi yang dilakukan bisa berupa ucapan kata-kata (verbal), komunikasi tulisan sejenis poster dan lainnya (written), komunikasi melalui tayangan
sejnis gambar baik bergerak maupun tidak bergerak (visual)I, dan komunikasi yang dasampaikan melalui suara misalnya
kaset, rekaman, dan sejenisnya (auditory).
Agar interaaksi dan komunikasi selama
pembelajaran berlangsung, peran guru sangat penting dalam manajemen atau
mengelola kelas sehingga peserta didik terbiasa dengan pengaturan aktivitas
pembelajaran yang harus dilaluinya, dengan demikian akan tercipta manajemen
diri dalam mengikuti pembelajaran. Jika demikian seorang guru akan mudah
melakukan tahapan-tahapan pembelajaran yang akan dan harus dilakukan oleh
peserta didik, sehingga aktivitas belajar akan berlangsung efektif dan efisien.
Manajemen
kelas yang efektif akan dapat terwujud dengan melaksanakan langkah-langkah
sebagai berikut: (1) menetapkan aturan kelas; 2) memulai kegiatan tepat waktu;
3) mengatur pelajaran; 4) mengelompokkan peserta didik; 5) memanfaatkan ruang
dan peralatan; dan (6) mengakhiri
pelajaran. (Adiwarsito, dkk, 2015)
Sekolah
bukan semata-mata tempat mentransfer ilmu pengetahuan dari guru kepada peserta
didik (kognisi), akan tetapi lebih dari pada itu, bahwa sekolah juga adalah
tempat dimana peserta didik belajar mentaati dan menjungjung tinggi nilai-nilai
dan peraturan. Oleh karena itulah, penanaman ketaatan terhadap aturan harus
dimulai dan dibiasakan dari dalam ruang kelas. Dan ini tentu sejalan dengan
semagat dan nilai-nilai sportifitas yang terkandung dalam setiap aspek dalam
mata pelajaran pendidikan jasmani. Bagi guru pendidikan jasmani, penerapan tata
tertib atau aturan main mata pelajaran pendidikan jasmani menjadi salah satu
menu utama. Aturan tersebut meliputi aktivitas siswa sebelum, selama, dan
setelah mengikuti proses pembelajaran. Penentuan dan penetapan peraturan atau
tatatertib harus disusun dan disepakati oleh guru dan seluruh peserta didik.
Aktivitas
yang harus dipatuhi sebelum dimulainya pembelajaran antara lain misalnya:
1) Tempat di mana peserta didik harus melakukan ganti
pakaian atau seragam olahraga;
2) Pakaian olahraga yang harus dipakai;
3) Di mana harus berkumpul;
4) Berapa menit toleransi keterlambatan;
5) Jika harus membawa perlengkapan/alat/media
pembelajaran pakan individu, atau kelompok;
Hal-hal
yang harus dipatuhi saat pembelajaran berlangsung misalnya:
1) Siapa yang menyiapkan barisan, dan bentuk barisan yang
harus dibentuk, misalnya pola U, setengah lingkaran, bersaf, dan lain-lain;
2) Siapa yang memimpin persiapan do’a;
3) Siapa yang meimpin pemanasan, guru atau peserta didik;
4) Sebagai fasilitator, guru membimbing, mengarahkan,
memberikan kesempatan kepada peserta didik melalui penjelasan dan intruksi apa
yang harus dan tidak boleh dilakukan peserta didik;
5) Memberikan koreksi dan penguatan (konfirmasi) serta reward kepada peserta didik;
6) Berapa menit kegiatan pembelajaran harus selesai
sebelum benar-benar waktu pelajaran penjas selesai, karena harus ada jeda waktu
istirahat dan ganti pakaian kepada peserta didik;
Aktivitas
yang harus ditaati setelah proses pembelajaran berakhir antara lain misalnya:
i.
Memanfaatkan ruang atau tempat ganti pakaian;
ii.
Waktu istirahat
sebelum berganti jam pelajaran;
iii.
Waktu pengumpulan
tugas atau tugas pertemuan selanjutnya.
Jika peraturan yang telah disusun dan disepakati bersama dilaksanakan dengan penuh kesungguhan dan tanggung jawab, maka seluruh aktiviat pembelajaran baik pra kegiatan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan pasca pembelajaran akan mudah dimenej, karena seluruh warga belajar telah memahami dan terbiasa dalam mematuhi peraturan. Maka tidak ada lagi guru penjas yang meniup pluit dengan keras untuk memaanggil peserta didik agar berkumpul, tidak ada lagi guru penjas yang berteriak untuk meminta muridnya agar berlaku sportif, tidak gaduh, dan selalu antri dalam melakukan kesempatan berlatih serta bertukar tempat dan peralatan.
Konsekuensi dari ketidaktaatan warga belajar terhadap peraturan, maka besar kemungkinan jalannya proses pembelajaran kurang efektif. Contoh sederhana misalnya, untuk mengumpulkan peserta didik saat akan memulai kegiatan pembelajaran jika tidak ada komitmen maka guru penjas mungkin akan teriak-teriak atau meniup pliut keras-keras. Akan tetapi jika telah komitmen (taat aturan) maka saat guru penjas turun ke lapangan maka dengan serta merta peserta didik pasti akan mendekat dan berkumpul sesuai dengan kotmen bersama. Ketaatan terhadap peraturan akan berdampak kepada tahap pembelajaran berkutnya hingga tujuan pembelajaran akan lebih memungkinkan untuk diwujud
No comments:
Post a Comment