Mari Berbagi...dan Memberi....

2018-08-16

PLUS MINUS PPDB ZONASI

| 2018-08-16

PLUS MINUS PPDB ZONASI

Hiruk pikuk masa pendaftaran peserta didik baru kini telah reda, namun menyisakan tak sedikit cela sebagai catatan buat kita semua, tak terkecuali penguasa yang semoga berbuat kian bijak agar esok lusa anak-anak bangsa tak tersesat.
Polemik ribuan surat sakti bernama SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) yang diharapkan memuluskan penerimaan peserta didik baru pada sekolah yang diinginkan tak berjalan mulus, pasalnya karena memang pemegang surat tersebut tak layak menyandangnya.
Penerbitan SKTM oleh pihak yang berwenang sayangnya tidak dilakukan secara tepat, karena banyak keluarga yang mampu turut mendapatkan surat keterangan tersebut, hingga muncul istilah SKTM yang ditafsirkan sebagai akronim dari Surat Keterangan Tidak Malu.
Pendaftaran sistem zonasi merupakan implementasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, Atau Bentuk Lain Yang Sederajat.
Pada Pasal 16 Ayat 1, dinyatakan bahwa sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib menerima calon peserta didik yang  berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah paling sedikit sebesar 90% (sembilan puluh persen) dari total jumlah (kuota) keseluruhan peserta didik yang diterima.
Mendadak “Gakin”
Tahun Pelajaran 2017/2018 pemerintah telah memberlakukan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi, namun masyarakat (orang tua) belum begitu peduli dan merasakan dampaknya. Barulah pada tahun kedua mereka mulai mencermati dampak yang terkandung dalam Permendikbud yang ditetapkan tanggal 2 Mei 2018 tersebut. Orang tua yang memiliki anak usia sekolah, terutma yang berada di sekitar (zona) sekolah yang menurut mereka “favorit” atau masuk kategori sekolah “unggul”, mulai berpikir bagaimana agar anaknya bisa lolos atau diterima.
Persaingan atau perebutan kursi dalam sitem zonasi bukan, terjadi antara calon peserta didik yang pintar dengan yang pintar (cerdas) yang dating dari berbagi pelosok daerah, akan tetapi siapa yang “paling dekat” dan “paling miskin” dengan sekolah tersebut.
Dalam sistem zonasi mewajibkan sekolah negeri menerima 90% (Sembilan puluh prosen) calon peserta didik dari daerah sekitar (zona) di mana sekolah tersebut berada, dan sisanya sebanyak 10% berasal dari luar zona sekolah tersebut dan atau diperebutkan melalui jalur prestasi.
Salah satu kunci agar dapat diterima di sekolah berdasarkan sistem zonasi adalah “siapa yang paling dekat” dan “paling miskin”. Karena jika terdapat dua atau lebih calon peserta didik memiliki prestasi relatif sama, jarak atau radius ke sekolah sama, dan kompetensi mereka sama atau apalagi berbeda, maka yang diutamakan untuk diterima adalah calon peserta didik yang paling miskin. Inilah barangkali salah satu alasan mengapa orang tua berani mengubah status sosial ekonominya tiba-tiba menjadi Keluarga Miskin (Gakin), seperti yang terjadi di beberapa daerah di tanah air.
Semua Sekolah Unggul
Pemberlakuan penerimaan peserta didik baru melalui sistem zonasi diharapkan akan memunculkan mutu sekolah, sehingga semua sekolah akan berstatus “unggul”.
Begitulah memang seharusnya kualitas sekolah yang harusnya ada, sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 yang telah direvisi menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Stantad Nasional pendidikan (SNP). Peraturan ini berisi 8 (delapan) standar pendidikan yang mengatur bahwa proses minimal penyelenggaran pada setiap satuan pendidikan harus mengacu kepada peraturan tersebut.
Dengan demikian, jika semua sekolah unggul, maka dapat ditafsirkan bahwa sekolah telah memenuhi standar sesuai dengan PP Nomor 19 Tahun 2005, termasuk Standar PTK (Pendidik dan tenaga Kependidikan), dan standar sarana prasarana pendidikan yang selama ini selalui menjadi masalah klasik.
PPDB sistem zonasi juga sangat membuka peluang terkait dengan akses penyelenggaran pendidikan, karena semua anak usia sekolah yang berada di sekitar sekolah harus dapat difasilitasi/ditampung dan mendapat prioritas.
Guru dan Tenaga Kependidikan Berkualitas
Pemberlakuan sistem zonasi mensyaratkan pemenuhan SNP tak terkecuali tenaga pendidik dan tenaga kependidikan lainnya yang harus benar-benar memiliki kompetensi sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh undang-undang, karena melalui sistem zonasi tak terkesan adanya sekolah ungggul.
Berbicara masalah kualitas guru dan atau tenaga kependidikan lainnya, apakah seluruh PTK yang tersebar di sekolah saat ini memiliki kompetensi yang relatif sama?
Jika PTK relative sama (berkualitas), nampaknya tidak akan menjadi masalah. Namun jika kondisinya terjadi sebaliknya, penyebaran guru yang memiliki kompetensi baik terjadi hanya pada sekolah-sekolah tertentu saja, maka pelayanan pendidikan akan tetap menyuguhkan dan menghasilkan mutu pendidikan yang mungkin lebih merisaukan dengan kondisi sebelum Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 Tahun 2018 diberlakukan.
Hal selanjutnya yang harus dipertimbangkan adalah bagaimana pelayanan bagi peserta didik yang memiliki kelebihan atau memiliki bakat luar biasa, bagaimana jika yang bersangkutan tidak berada pada sekolah yang benar-benar diisi oleh pendidik yang memiliki kompetensi yang tidak memadai?. Walaupun peraturan mensyaratkan semua aspek terkait pendidikan harus terstandar sesuai SNP.
Agar implementasi Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 dapat berjalan dengan baik, maka pemerintah daerah (Dinas Pendidikan provinsi/kabupaten/kota) sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah (Kemdikbud) harus mampu secara cermat memetakan setiap satuan pendidikan pada setiap zona, anatara lain:
1.     Menetapkan persyaratan PPDB sesuai peraturan;
2.     Memetakan jumlah sekolah pada setiap daerah/kecamatan dan jumlah daya tampung;
3.     Memetakan jumlah sekolah pendukung;
4.     Jika sekolah memiliki jumlah pendukung yang kurang sementara jumlah daya tampung besar, maka dinas pendidikan harus menentukan sekolah lainnya sebagai sekolah pendukung sesuai dengan kemungkinan jumlah sisa kuota dari sekolah sekitar (radius terdekat).
5.     Berkoordinasi dengan instansi terkait untuk turut memantau dan memastikan penggunan persyaratan PPDB, misalnya tempat domisili (sesuai Kartu Keluarga) dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
Penutup
Kehadiran setiap peraturan, terlebih yang diterbitan oleh pemerintah niscaya menghadirkan perbaikan tatanan kehidupan yang lebih baik, tak terkecuali lahirnya peraturan pemerintah di bidang pendidikan seperti halnya Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 tentang PPDB Zonasi yang menginginkan seluruh anak usia sekolah terlayani kebutuhan pendidikannya dengan baik dan bermutu. Oleh karena itu semua sekolah selayaknya memiliki standar pelayanan terbaik bagi segenap peserta didik pada setiap jenjang di manapun di seluruh wilayah NKRI.
Sekolah harus mampu melayani seluruh kebutuhan peserta didik baik peserta didik biasa (normal), difabel, dan peserta didik yang memiliki kecakapan luar biasa di atas rekan-rekan sesuisianya.
Semoga pemerintah (Kementerian pendidikan dan Kebudayaan, pemerintah provinsi/kabupaten/kota) hingga satuan pendidikan mampu berkerja sinergi dalam rangka mewujudkan pendidikan yang bermutu sehingga tercipta “budaya mutu” pada setiap satuan pendidikan dan setiap jenjang.



Related Posts

No comments:

Post a Comment